Daftar Menu


video pembelajaran

Selasa, 21 Juni 2011

IMPLEMENTASI FILSAFAT KONTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN

A.    Pendahuluan
Ilmu adalah suatu pengetahuan ilmiah yang memiliki syarat-syarat dasar Pembenaran yang dapat dibuktikan dengan metode ilmiah dan teruji dengan cara kerja ilmiah. Secara sistematik, yaitu terdapatnya sistem yang tersusun dari mulai proses, metode, dan produk yang saling terkait. Sedangkan secara intersubyektif, yaitu terjamin keabsahan atau kebenarannya.
Filsafat adalah cinta akan kebijaksanaan. Filsafat berasal dari kata bahasa Yunani philosophia yang terdiri dari dua suku kata yaitu philos yang berarti cinta dan sophos yang berarti kebijaksanaan.
Filsafat adalah pengetahuan yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan manusia secara kritis. Filsafat disebut juga ilmu pengetahuan yg mencari hakekat dari berbagai fenomena kehidupan manusia. Filsafat adalah pengetahuan metodis, sistematis dan koheren tentang seluruh kenyataan (realitas). Filsafat merupakan refleksi rasional (fikir) atas keseluruhan realitas untuk mencapai hakikat (= kebenaran) dan memperoleh hikmat (= kebijaksanaan).
Filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai. Dalam filsafat terdapat berbagai mazhab/aliran-aliran, seperti materialisme, idealisme, realisme, pragmatisme, dan lain-lain. Karena filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, sedangkan filsafat beraneka ragam alirannya, maka dalam filsafat pendidikan pun kita akan temukan berbagai aliran.
B.   Pembahasan
Konstruktivisme adalah suatu filsafat pengetahuan yang memiliki anggapan bahwa pengetahuan adalah hasil dari konstruksi (bentukan) manusia itu sendiri. Manusia menkonstruksi pengetahuan mereka melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena, pengalaman dan lingkungan mereka. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu dapat berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan yang sesuai (Suparno, 2008:28). Menurut paham konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada yang lain, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh tiap-tiap orang. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi tetapi merupakan suatu proses yang berkembang terus-menerus. Dan dalam proses itulah keaktifan dan kesungguhan seseorang dalam mengejar ilmu akan sangat berperan.
Berbicara tentang konstruktivisme tidak dapat lepas dari peran Piaget. J. Piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme dalam proses belajar. Menurut Wadsworth (1989) dalam Suparno (2008), teori perkembangan intelektual Piaget dipengaruhi oleh keahliannya dalam bidang biologi. Teori pengetahuan Piaget adalah teori adaptasi kognitif. Seperti setiap organisme selalu beradaptasi dengan lingkungannya untuk dapat mempertahankan dan memperkembangkan hidup, demikian juga struktur pemikiran manusia. Berhadapan dengan pengalaman, tantangan, gejala dan skema pengetahuan yang telah dipunyai seseorang ditantang untuk menanggapinya. Dan dalam menanggapi pengalaman-pengalaman baru itu skema pengalaman seseorang dapat terbentuk lebih rinci, dapat pula berubah total. Bagi Piaget, pengetahuan selalu memerlukan pengalaman, baik pengalaman fisis maupun pengalaman mental.
Sebenarnya prinsip-prinsip konstruktivisme telah banyak digunakan dalam pendidikan sains dan matematika. Secara umum prinsip-prinsip itu berperan sebagai referensi dan alat refleksi kritis terhadap praktek, pembaruan dan perencanaan pendidikan sains dan matematika. Prinsip-prinsip yang diambil dari konstruktivisme adalah :
a. Pengetahuan dibangun oleh peserta didik secara aktif.
b. Tekanan dalam proses belajar terletak pada peserta didik.
c. Mengajar adalah membantu peserta didik belajar.
d. Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses, bukan hasil.
e. Kurikulum menekankan partisipasi peserta didik.
f. Guru adalah fasilitator.
Berkaitan dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di Indonesia yang memberikan kewenangan kepada sekolah dan para guru untuk menyusun sendiri kurikulum pembelajaran yang akan dijalankan, prinsip-prinsip konstruktivisme tentu dapat menjadi roh dari setiap silabus yang disusunnya. Hal yang tetap harus diperhatikan adalah kesiapan lingkungan belajar, baik pendidik, lingkungan, sarana prasarana dan pendukung lainnya. Jika hal-hal tersebut tidak dipersiapkan dengan baik, bisa jadi terjadi hal-hal yang melenceng dari harapan. Karena peserta didik mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksinya tidak sesuai dengan hasil konstruksi para ilmuwan, maka muncullah salah pengertian atau konsep alternatif. Dalam hal seperti ini diperlukan penelusuran dan penelitian untuk menemukan permasalahan dan mengatasinya.
Menurut pandangan konstruktivistik belajar dan pembelajaran memiliki ciri-ciri :
1)   Tujuan pembelajaran ditekankan pada belajar bagaimana belajar.
 2) Pengetahuan adalah non-objective, selalu berubah. Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkret, aktivita skolaborative, refleksi serta interpretasi. Si belajar memiliki pemahaman tergantung pengalaman dan perspektif interpretasinya sehingga hasilnya individualistic.
3) Penataan lingkungan belajar: tidak teratur, semrawut, si belajar bebas, kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan dan control belajar dipegang si belajar.
 4) Dalam strategi pembelajaran, lebih diarahkan untuk meladeni pandangan pebelajar. Aktivitas belajar lebih didasarkan pada data primer. Pembelajaran menekankan proses.
5) Evaluasi menekankan pada penyusunan makna, menggali munculnya berpikir dengan pemecahan ganda. Dan evaluasi merupakan bagian utuh dari pembelajaran, dan menekankan pada ketrampilan proses
C. Kesimpulan
Secara sederhana dapat disimpulkan, filsafat konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia. Manusia menkonstruksi pengetahuan mereka melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena, pengalaman dan lingkungan mereka. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu dapat berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan yang sesuai.
Prinsip-prinsip konstruktivisme telah banyak digunakan dalam pendidikan sains dan matematika, namun demikian sekarang prinsip-prinsip tersebut dapat diterapkan ke dalam semua mata pelajaran. Dan berkaitan dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di Indonesia yang memberikan kewenangan kepada sekolah dan para guru untuk menyusun sendiri kurikulum pembelajaran yang akan dijalankan, prinsip-prinsip konstruktivisme tentu dapat menjadi roh dari setiap silabus yang disusunnya serta mewujudnyatakan dalam pembelajaran.
Namun tetap harus diperhatikan bahwa model pembelajaran konstruktivistik ini harus didukung oleh lingkungan yang tepat dan didukung oleh institusi pendidikan yang berwawasan luas, Institusi pendidikan harus ikut menciptakan situasi masyarakat pebelajar dengan menyiapkan sarana-prasarana, lingkungan, SDM dan elemen pendukung lainnya. Semua elemen didorong menjadi manusia pebelajar. Model konstruktivistik akan mencapai hasil optimal jika diterapkan dalam lingkungan manusia pebelajar.
D. DAFTAR PUSTAKA
Degeng, I.N.S. 1998. Mencari Paradigma Baru Pemecahan Masalah Belajar. Pidato Pengukuhan Guru Besar IKIP Malang. Malang: IKIP Malang.
Gasong, Dina. Tanpa tahun. Model Pembelajaran Konstruktivistik Sebagai Alternative Mengatasi Masalah Pembelajaran. dari http://www.images.dani7bd.multiply.com.
June, Lee Xiang. 2009. Konstruktivisme Philosophy. Retrieve 15 Desember 2009 dari http://www.qmt323e.wikispaces.com.
Pranata, Y. Mulyadi. Konstruktivistik: Arah Baru Pembelajaran Desain. Dari http://www.puslit.petra.ac.id.
Wicaksono, Rohadi. 2007. Mengapa Harus Konstruktivistik. Retirieve 19 Juli 2007. dari http://www.rohadieducation.wordpress.com.
Suparno, Paul. 2008. Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Tidak ada komentar: