A. Modal dan Peluang Usaha
Pada tahun 1986 bapak sono
dan ibu atun memulai usaha dengan berternak ayam petelur. Pada saat itu modal
awal mereka adalah 200.000 rupiah, mereka lalu membeli ayam sebanyak 100 ekor,
pakan ternak, membangun kandang ayam sendiri. Tak lama ayam itu cepat
berkembang biak dan merekapun menjualnya kewarung-warung kelontong. Untuk
memasarkannya mereka hanya menaiki sepeda motor yang jelek dan sering macet,
tetapi semua itu tidak mengurangi rasa semangat mereka yang begitu besar.
Selain sebagai peternak ayam
merekapun juga mempunyai sawah walaupun cuma seperempat hektar. Mereka bekerja
dengan semangat setiap harinya. Dari bangun tidur sampai mau tidur mereka isi
dengan bekerja. Pada malam hari pak sono dan istrinya membuat batu bata, hal
ini mereka lakukan untuk mengisi istirahat. Sebenarnya mereka ingin memiliki
rumah tembok karena rumah mereka saat itu masih gubuk.
Pada tahun 1988 bapak Sono
diterima menjadi PNS di kantor DEPNIKNAS dibagian tata usaha. Tetapi walaupun
sudah menjadi PNS pak Sono tetap menjalankan usahanya sebagai peternak ayam dan
kesawah. Pak Sono merasa jika hanya mengandalkan gaji pegawai negeri saja tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup,padahal saat itu pak sono baru mempunyai
anak satu. Kehidupan mereka seperti ini, mereka tidak ingin anak mereka hidup kekurangan.
Mereka setiap hari bekerja dan
terus bekerja, mengumpulkan rupiah demi rupiah. Keuntungan yang sedikit mereka
tabung karena mereka ingin membeli sebidang tanah. Kehiduan seperti itu mereka
jalani selama 9 tahun. Akhirnya selama 9 tahun itu mereka bisa membeli sebidang
tanah dan batu bata yang mereka buatpun sudah cukup untuk membuat rumah. Mereka
ingin hidup lebih baik akhirnya mereka memutuskan pindah.
Pada tahun 1993 mereka
membeli tanah tetapi didesa lain, bapak Sono dan ibu Atun pindah dirumah
barunya ini yang lingkungannya sangat strategis yaitu dekat sekolah. Dengan
keterampilan ibu atun yang suka memasak maka ibu Atun mendirikan kantin sekolah
tetapi letaknya diluar sekolah. Warung ibu Atun sangat ramai, setiap jam
istirahat selalu penuh dengan anak-anak sekolah. Harga makanan sama dengan
warung yang lain, tetapi kualitas dan rasa beda. Di tempat baru ini, bapak dan
ibu atun juga tidak bermalas-malasan, mereka tetap pergi kesawah.
Sepulang dari kantor pak
sono dan bu Atun pergi kesawah. Walau sawah ini hanya seperempat tapi hasilnya
lumayan untuk menambah tabungan dan biaya hidup sehari-hari. Di rumah ini bapak
dan ibu atun walaupun hidupnya sudah lebih mapan merekapun tidak hidup boros.
Mereka juga rajin menabung untuk masa depan. Sesuai prinsip mereka bahwa hari
esok harus lebih baik dari sekarang.
Dirumah yang baru ini pak Sono
menjadi peternak ikan lele dengan modal 500.000 rupiah dapat 2000 ekor dan 3
sak pakan lele dengan berat persaknya 50 kilogram. Dengan ternak lele ini tiap
3 bulan panen dengan hasil 1 kwintal dan dapat keuntungan 300.000 ribu.
Pada akhirnya ternak lele
kurang bagus karena kurangnya masalah
irigasi, serta warung ibu Atun yang tadinya ramai oleh anak sekolah, sekarang
menjadi sepi karena gerbang sekolah sekarang ditutup maka anak-anakpun tidak
bisa keluar dari sekolah.penutupan gerbang ini membuat para pedagang disekitar
sekolah menjadi sepi. Penghasilan merekapun sekarang berkurang.
Keadaan seperti ini membuat
untuk mencari usaha lain lagi. Setelah lama pak sono bepikir, akhirnya pak sono
memutuskan untuk pindah tempat lagi yang menurutnya strategis. Kebetulan rumah
orang tuanya tidak ada yang menempati, rumah itu dekat pasar, dari tabungan
berjualan disekolah dan ternak lele itu ditambah hasil panen dari sawah yang
luasnya hanya seperempat hektar cukup untuk membeli perlengkapan dan merenovasi
rumah lama tersebut menjadi sebuah warung. Pada saat itu uang pak sono terkumpul
kurang lebih 12 juta rupiah. Uang itu diguanakan dengan rincian sebagai
berikut:
1. merenovasi rumah Rp.7.000.000
2. almari Rp. 300.000
3. meja + kursi Rp. 1.500.000
4. dandang mie ayam Rp. 100.000
5. dandang bakso Rp. 100.000
6. kompor mie ayam Rp. 125.000
7. kompor bakso Rp. 100.000
8. kompor gas Rp. 750.000
9. gelas Rp.
60.000
10. sendok + garpu Rp.
36.000
11. panci + penggorengan Rp.
200.000
12. teko 2 Rp.
75.000
Mulailah pada tahun 2004
mereka mendirikan usaha warung makan yang dinamakan ”WARUNG KADIPIRO”dengan
berbagai menu yaitu:
MENU MAKANAN:
1. SOTO DAGING SAPI
2. BAKSO DAGING SAPI
3. MIE AYAM
4. NASI GORENG
5. MIE GORENG
6. MIE REBUS
7. GADO - GADO
MUNU MINUMAN:
1. ES BUAH
2. ES TEH
3. ES JERUK
4. JUICE
5. KOPI PANAS
6. TEH HANGAT
7. JERUK ANGET
Setelah warung ini buka,
seperti halnya warung yang lain yaitu sepi akan pengunjung tetapi warung inipun
banyak dikunjungi oleh pembeli, karena letaknya yang strategis dan di pinggir
jalan banyak akhirnya banyak orang yang tahu. Sedikit demi sedikit warung
inipun dikenal oleh orang.
A. Manajemen Usaha
Warung kadipiro ini pada
awalnya belum memiliki pekerja, tetapi bagi ibu Atun tidak masalah karena
beliau memiliki tiga orang anak perempuan yang bisa membantunya. Tetapi pada
akhirnya ketika ditinggal anaknya sekolah ibu atun merasa kerepotan sehingga dicarilah
orang untuk membantunya memasak. Akhirnya mempunyai karyawan satu orang.
Warung ini buka setiap pagi
jam 07.00- 20.00 WIB, menu soto diwarung bu Atun ini hanya pagi sampai jam
10.00 WIB saja. Setelah jam itu baru menu yang lainnya. Walaupun warung ini
buka pagi tetapi mulai dipenuhi pembeli ketika sore hari sampai malam.Memang
sangat capek dengan menu yang banyak sekali dan hanya dibantu tiga orang anak
dan suaminya saja.
Setelah berjalan 6 bulan
berjalan, maka sesuai daya beli masyarakat dan apa yang dibutuhkan masyarakat
warung ini yang tadinya menunya sangat lengkap sekarang hanya meminimalkan
menu. Dengan menu sekarang ini warung
kadipiro ini buka jam 10.00 – 20.00 WIB.
Menu yang tersedia sekarang ini adalah:
1. BAKSO
2. MIE AYAM
3. MIESO
4. ES TEH
5. ES JERUK
6. TEH ANGET
7. JERUK ANGET
8. KOPI PANAS
B. Mengatur kerja karyawan
Warung ini hanya mempunyai
satu orang karyawan, yang bernama mbak wiwit. Mbak wiwit hanya bertugas
membantu di dapur, meringankan beban bu Atun memasak. Selain itu mbak wiwit
sebagai pembantu rumah tangga yang membersihkan rumah. Mbak wiwit tidak
membantu berjualan di warung karena tidak bisa membantu pekerjaan ibu Atun.
Sebenarnya pekerjaan di warung ini lebih melelahkan dari pada memasak di dapur.
Bu Atun pernah punya satu
karyawan lagi, tetapi itupun tidak berjalan lama. Bu Atun juga sempat mengalami
ganti – ganti karyawan. Jadi selain ada yang membantu didapur ada juga yang
membantunya di warung. Tetapi karyawan itu kebanyakan tidak betah dengan
berbagai alasan. Dari karyawan bu atun semuanya belum ada yang berpengalaman di
warung mie ayam dan bakso.
Pergantian karyawan ini
membuat bu Atun menjadi malas untuk mencari karyawan baru lagi. Sehingga
semuanya harus di tangani sendiri dan di bantu oleh ketiga anaknya. Warung bu
Atun yang ramainya hanya pada waktu sore dan malam hari membuat bu Atun sangat
senang karena pada waktu seperti itulah anak-anaknya dan suaminya ada dirumah.
Anak bu Atun yang pertama
membantu memasak mie dan bakso, anak kedua mendapat bagian menyiapkan mie dan
bakso yang dibungkus. Anak ketiga yang melayani bagian minuman, sedangkan pak
sono mempersiapkan air dan segala sesuatu kekurangan yang belum ada.
Mereka bekerja dengan punuh
semangat dan kesadaran masing-masing. Bu Atun mengajarkan anak-anaknya bekerja,
berusaha memperlihatkan bahwa untuk hidup lebih baik yang mereka rasakan
sekarang ini harus bekerja dengan tekun. Mereka hanya bermodal semangat dan
keinginan yang tinggi agar hidup ini lebih baik. Mereka ingin jauh dari
kemiskinan, bisa berbuat baik lebih banyak jika memiliki uang, sehingga dengan
kata lain kesempatan berbuat menjadi orang yang tidak biasa saja lebih banyak.
Hal ini telah terbukti,
sekarang Pak Sono dan ibu Atun mempunyai kehidupan yang lebih baik. Dulu mereka
hanya tinggal di sebuah gubuk yang reot, hanya mempunyai satu sepeda motor yang
jelek usang, ketika makanpun masih memikirkan apa yang akan di makan besok. Apalagi
ketika dulu ketika anak yang pertama suka sakit-sakitan, Bu Atunpun sampai
menjual beras jatah untuk makan hari itu. Sekarang kehidupan keluaraga ini jauh
lebih baik, sekarang pak sono bu Atun sudah mempunyai rumah, yang sekarang
rumah itu dikontrakkan karena sekarang mereka tinggal di rumah orang tuanya
yang sudah tidak di tempati karena orang tua pak sono sudah meninggal.
Sekarang ini pak Sono juga
mempunyai tiga buah sepeda dan sebuah mobil. Pak sono dan keluarga merasa
sangat bersyukur atas kenikmatan dari Tuhan yang memberinya hidup seperti ini.
Pak sono juga bisa menyekolahkan anaknya sampai perguruan tinggi, pak sono dulu
tidak bisa menyangka bahwa sampai bisa menyekolahkannya sampai perguruan
tinggi. Pak Sono dan bu sono walaupun sibuk dengan usahanya mereka adalah orang
tua yang sangat peduli dan perhatian kepada anaknya. Mereka mempunyai cita-cita
menyekolahkan anak-anaknya sampai setinggi mungkin. Sekarang ini anaknya yang
pertama hampair lulus sarjana, pak sono menginginkan agar anaknya melaunjutkan
sampai S2.
C. Pemasaran Usaha
Sekarang ini, warung mie
ayam dan bakso ”KADIPIRO” ini telah dikenal oleh banyak orang. Warung yang
terletak di desa Kadipiro, kecamatan Sambirejo, kabupaten Sragen ini
pemasarannya biasa-biasa saja, yaitu dari omongan orang ke orang. Banyak
pelanggan warung ini yang berasal dari kecamatan yang bebeda, bahkan ada juga
yang pelanggan yang rumahnya terletak di kabupaten jauh- jauh untuk membeli mie
ayam dan bakso di warung ini. Warung kadipiro ini juga menerima pesanan.
Dalam melayani pembeli bu
Atun mengajarkan kepada anak-anaknya agar bersikap ramah tamah kepada pembeli.
Setelah mendapatkan langganan modal bagi bu Atun adalah agar pelanggan itu
tidak pindak yaitu yang paling penting adalah kebersihan, keramahan, dan rasa.
Di sini yang di prioritaskan pertama kali adalah kebersihan., kebersihan di
sini menyangkut kebersihan makanan dan tempat. Jika orang makan enak di tempat
yang enakpun tetapi tempatnya kotor makanan yang enakpun menjadi tidak enak.
Modal yang kedua adalah
keramahan, sikap yang ramah ini akan membuat pelanggan untuk datang lagi.
Kebersihan dan keramahan akan membuat orang yang datang akan tidak ragu lagi
akan datang lagi. Modal yang ketiga adalah rasa. Rasa selera masing- masing
orang berbeda, bu Atun dalam membuat makanan mempertahankan cita rasa agar
pelanggannya tidak pergi.
D. Pengembangan Usaha
Warung kadipiro yang awalnya
hanya berawal dari beternak ayam sekarang ini telah mempunyai cabang. Cabang
ini di kelola oleh adik bu Atun yang bernama pak wandi. Di cabang inipun juga
tidak kalah ramainya seperti warung bu Atun. Selain itu pengembangan usaha yang
lain yaitu pak sono membeli sebidang sawah yang luasnya 2 hektar. Sawah ini
tidak dikelola oleh pak Sono, tetapi pak Sono menyuruh orang lain untuk
mengerjakan sawahnya. Kesibukan pak sono di kantor dan kesibukannya di warung
membuat pak sono tidak mempunyai cukup waktu untukmengerjakan sawah itu
sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Meninggalkan Pesan