Daftar Menu


video pembelajaran

Senin, 14 Juli 2008

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu pilar upaya
peningkatan mutu pendidikan secara keseluruhan. Upaya peningkatan mutu
pendidikan adalah bagian terpadu dari upaya peningkatan kualitas manusia, baik
aspek kemampuan, kepribadian, maupun tanggung jawab sebagai warga negara.
Belajar mengandung dua pokok pengertian yaitu proses dan hasil belajar.
Proses belajar disini dimaknai sebagai suatu kegiatan dan usaha untuk mencapai
perubahan tingkah laku, sedang perubahan tingkah laku tersebut merupakan hasil
belaja. Hasil belajar dalam dunia pendidikan pada umumnya ditunjukkan dengan
prestasi belajar artinya bahwa keberhasilan siswa mencapai prestasi yang baik
pada pembelajaran matematika merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan
proses belajar mengajar matematika pula.
Prestasi yang dicapai siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran
matematika pada umumnya dijadikan sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan
matematika itu sendiri. Sampai saat ini kondisi pengajaran matematika memang
belum seperti yang diharapkan, kritik dan sorotan masih dikemukakan, antara lain
adanya kemerosotan mutu lulusan yang ditandai dengan rendahnya prestasi
belajar siswa.
Menurut Soedjadi dalam Fauzan (2003) mengatakan bahwa kualitas
pendidikan matematika terutama di tingkat pendidikan dasar masih
memprihatinkan. Kondisi ini terefleksi tidak hanya dari hasil belajar siswa, tetapi
juga dari proses belajar mengajar. Kemudian menurut Fauzan (2003) ada
beberapa faktor penyebab terjadinya permasalahan dalam pendidikan matematika
di Indonesia terutama yang berkaitan dengan kurikulum dan proses pembelajaran.
Pada pelaksanaan pembelajaran matematika pada pokok bahasan perkalian
sering kali guru mangalami kesulitan dalam menyampaikan materi agar siswa
memperoleh konsep tentang perkaian secara benar. Umumnya siswa tidak pandai
dalam mengalikan bilangan.
Menurut Armanto (2001) kesulitan–kesulitan yang dialami oleh siswa di
sebabkan oleh beberapa hal: pertama, siswa tidak memahami definisi dan makna
perkalian. Hal ini berkaitan dengan perkalian sebagai konsep hitungan. Kedua,
siswa tidak hafal secara cepat perkalian bilangan 1 angka (1 hingga 9). Hal ini
berkenaan dengan kemampuan dan keterampilan mengalikan bilangan
(multiplication facts) secara siap pakai.
Secara umum telah terjadi kesalahan proses pembelajaran sehingga
menyebabkan kesulitan–kesulitan bagi siswa dalam suatu pokok bahasan dalam
matematika disebabkan beberapa hal, yaitu:
1. Proses pembelajaran matematika yang masih bersifat abstrak tanpa
mengkaitkan permasalahan matematika dengan kehidupan sehari–hari.
2. Motivasi belajar matematika siswa yang masih lemah karena ketidaktahuan
mereka akan tujuan mempelajari matematika.
3. Siswa tidak berani mengemukakan ide atau gagasan kepada guru.
4. Guru masih dominan dalam proses pembelajaran.
Kemungkinan–kemungkinan ini seharusnya menjadi perhatian yang lebih bagi
para pendidik dalam menyampaikan pelajaran matematika.
Mendasar pada penjelasan diatas maka mutu pendidikan terutama
pelajaran matematika yang merupakan ilmu dasar harus ditingkatkan salah
satunya dengan mengembangkan perangkat pembelajaran, karena perangkat
pembelajaran merupakan salah satu bagian dari proses belajar. Dalam
pelaksanaan pembelajaran perangkat pembelajaran sangat berperan penting.
Perangkat pembelajaran ini salah satunya adalah Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), dan didalam RPP salah satunya terdapat metode
pembelajaran.
Munculnya beberapa metode pembelajaran saat ini adalah upaya untuk
meningkatkan pembelajaran matematika. Salah satunya adalah metode
pembelajaran dengan pendekatan realistik, atau yang sering disebut sebagai
Realistic Mathematic Education (RME) atau biasa disebut Pendidikan
Matematika Realistk (PMR). Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan
metode ini, permasalahan matematika akan dijelaskan dengan menggunakan
media secara langsung atau dengan mengkaitkan permasalahan dengan kehidupan
sehari–hari. Selain itu pembelajaran matematika yang bersifat “guru menjelaskan,murid mendengarkan” akan diganti paradigma baru yaitu “siswa aktif
mengkontruksi”, guru sebagai fasilitator (membantu). Sehingga siswa akan
mendapatkan konsep matematika secara jelas dan benar. Hal inilah yang
kemudian mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang pengembangan
perangkat pembelajaran matematika realistik pada pokok bahasan perkalian di
kelas IV SD 16 Muhammadiyah Surakarta.
B. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah memahami permasalahan serta mempermudah
pelaksanaan penelitian, maka perlu adanya pembatasan masalah sebagai berikut :
1. Penelitian ini difokuskan pada pengembangan perangkat pembelajaran
matematika realistik.
2. Fokus bahasan yang akan dibahas adalah Operasi hitung pada pokok bahasan
perkalian.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah di atas, maka fokus
permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :
Bagaimanakah pengembangan dan hasil pengembangan perangkat pembelajaran
matematika realistik pada pokok bahasan perkalian di kelas IV Sekolah Dasar
Muhammadiyah 16 Surakarta ?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang muncul dalam penelitian ini, tujuan yang
ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk : menghasilkan perangkat
pembelajaran matematika realistik pada pokok bahasan perkalian di kelas IV
Sekolah Dasar (SD).
E. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, maka penelitian ini diharapkan
mampu memberikan kontribusi dalam dunia pendidikan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi penentu kebijakan diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai acuan dalam menentukan kebijakan selanjutnya di bidang pendidikan
pengajaran.
2. Siswa agar dapat belajar matematika dengan metode pembelajaran realistik
sehingga mereka lebih bisa menguasai pelajaran matematika khususnya pada
pokok bahasan perkalian.
3. Bagi peneliti untuk wahana uji kemampuan terhadap bekal teori yang
diperoleh di bangku kuliah serta upaya mengembangkan ilmu pengetahuan
tentang pengajaran berhitung.

BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan di bahas kajian pustaka, kajian teori, kerangka berfikir
dan hipotesis. Kajian pustaka adalah kajian hasil–hasil penelitian yang relevan
dengan masalah penelitian. Kajian teori yang akan dibahas adalah teori-teori yang
berkaitan dengan variabel penelitian. Kerangka berfikir adalah konsep dasar
untuk menjawab permasalahan yang diangkat dari kajian pustaka dan kajian teori.
Hipotesis merupakan rumusan tentang permasalahan yang diteliti atas dasar
kerangka berfikir yang telah dikemukakan.
A. Kajian Pustaka
Penelitian yang dilakukan tentang penggunaan pendekatan realistik
dalam pokok bahasan perkalian sebenarnya telah banyak dilakukan. Berikut
ini beberapa penelitian–penelitian yang telah dilakukan:
Hasil penelitian Armanto dalam Fauzan (2003) menyarankan untuk
menggunakan empat tahap rute belajar dalam pembelajaran topik perkalian di
kelas 3 dan 4 SD, yaitu penjumlahan berulang, perkalian dengan sepuluh,
perkalian dengan kelipatan sepuluh dan penggunaan algoritma. Tahap – tahap
ini akan bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman siswa, jika guru mampu
mendesain soal – soal kontekstual yang cocok untuk setiap tahap.
Penelitian Armanto dalam Sutarto Hadi (2003) tentang pengembangan
alur pembelajaran lokal topik perkalian dan pembagian dengan pendekatan
realistik di SD dua kota, Yogyakarta dan Medan, menunjukkan bahwa siswadapat membangun pemahaman tentang perkalian dan pembagian dengan
meggunakan strategi penjumlahan dan pembagian berulang. Penelitian
Armanto dalam Sutarto Hadi (2003) juga menunjukkan bahwa siswa belajar
perkalian dan pembagian secara aktif, membangun pemahaman mereka
sendiri dengan menggunakan strategi penemuan kembali, dan mendapatkan
hasil (menyelesaikan soal) baik individu maupun kelompok. Kesempatan
siswa untuk belajar dalam situasi yang berbeda–beda mendorong mereka
menemukan kembali proses belajar .
Dani Kuswani (2005), mengungkapkan bahwa penerapan tindakan
pembelajaran melalui pendekatan RME mengakibatkan gairah siswa untuk
mengerjakan soal tentang penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat
semakin meningkat, aktivitas belajar siswa dikelaspun cukup tinggi, dan
minat siswa untuk belajar matematika juga bertambah. Hal ini dapat dilihat
dari keseriusan siswa dalam mengikuti pembelajaran dan motivasi siswa
untuk belajar sangat tinggi, siswa lebih mandiri dan terampil dalam
menyelesaikan soal serta rasa minder siswa untuk maju kedepan kelas sudah
berkurang.
Didik Pambudi (2003) dalam makalah seminarnya tentang penerapan
pembelajaran matematika diluar kelas dengan pendekatam realistik ternyata
mampu memberikan dampak positif pada perubahan sikap, meningkatkan
motivasi, kreatifitas dan hasil belajar siswa. Selain itu paradigma mengajar
dapat diubah menjadi paradigma belajar sehingga terjadi peningkatan proses
pembelajaran matematika.

Dari hasil penelitian–penelitian diatas, mendukung bahwa
pembelajaran matematika perlu adanya peningkatan. Selain itu penelitian–
penelitian di atas secara umum dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran
yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi siswa dalam belajar matematika
dapat dilakukan dengan beberapa tindakan dan metode yang berbeda sesuai
dengan situasi dan kondisi siswa. Melibatkan siswa secara aktif dalam proses
pembelajaran matematika dan mengkaitkan persoalan matematika dengan
kehidupan sehari–hari sangat penting karena dalam matematika banyak
pemecahan masalah yang menuntut kreatifitas siswa dan guru secara aktif.
B. Kajian Teori
Dalam kajian teori ini akan dibahas mengenai teori–teori yang
berkaitan dengan variabel penelitian. Variabel yang akan dibahas
pengertiannya antara lain:
1. Perangkat Pembelajaran
Perangkat dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai
perlengkapan, sedangkan pembelajaran adalah usaha-usaha yang
terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses
belajar dalam diri siswa (Sadiman dkk, 2002:7). Jadi perangkat
pembelajaran dapat diartikan sebagai alat kelengkapan yang digunakan
untuk pembelajaran, tetapi karena dalam penelitian ini pembatasan
masalahnya hanya pada bahasan perkalian kelas IV SD maka perangkat
pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini juga dibatasi pada
tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini perangkat pembelajaran matematika yang
dimaksud adalah perlengkapan mengajar. Perlengkapan tersebut
diantaranya adalah buku pedoman guru, Lembar Kerja Siswa (LKS),
Lembar Tugas Siswa (LTS), dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP). Peralatan ini akan dikembangkan untuk mendukung pembelajaran
matematika.
Buku pedoman guru berisi rangkuman tentang pembelajaran
dengan RME. Dengan adanya buku guru tersebut diharapkan dapat
membantu guru dalam mengajar dengan pendekatan RME. Lembar kerja
dan lembar tugas siswa berisi soal-soal realistik. Selanjutnya penyelesaian
soal diserahkan sepenuhnya terlebih dahulu kepada siswa agar siswa
semampunya dasar menyelesaian soal perkalian tersebut, setelah itu gurumengarahkan dengan memberikan penjelasan penyelesaian dengan cara
tepat.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan rencana dan
persiapan guru mengajar untuk tiap pertemuan. Fungsi RPP adalah
sebagai acuan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas agar
lebih efisien efektif dan terarah. Komponen RPP menuru Uzer Usman
(2000 : 61) adalah tujuan pembelajaran khusus, materi pelajaran, kegiatan
pembelajaran dan alat penilaian. Kegiatan pembelajaran yang
dipersiapkan guru harus sesuai dengan materi pelajaran dan konsep
permasalahannya. Guru juga harus mempersiapkan permasalahan realistik
untuk membawa siswa menuju pada materi pelajaran.
2. Matematika
Ada yang menyebutkan matematika sebagai studi deduktif dan ada
yang menyebutkan sebagai aktivitas manusia. Bila kita berpendapat
matematika itu sebagai studi deduktif, matematika sekolahnya lebih cocok
Matematika Modern dan teori belajar–mengajarnya Bruner. Sedangkan
bila berpendapat yang lainnya teori belajar–mengajar yang perlu dipakai
adalah teori belajar mengajar Perkembangan Mental dari Plaget atau
Kontrukstivisme. Dan matematika yang lainnya adalah PMRI (Pendidikan
Matematika Realistik Indonesia).
Menurut Johnson dan Mykleburt dalam (Mulyono Abdurrahman,
1999: 252) mengemukakan bahwa matematika adalah bahasa simbolis
yang tinggi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungankuantitatif dan keruangan, sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk
memudahkan berfikir.
Helena panca (2003 :2) matematika adalah ilmu yang
diciptakan manusia. Manusia berpikir untuk menciptakana sesuatu
sesuai apa yang dilihat, dialami dan direncanakan dalam
kehidupan sehari-harinya. Jika tidak mungkin apabila matematika
itu tidak tidak berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dan
tidak berkembang.
Matematika timbul dari hasil pemikiran yang berhubungan dengan
ide, proses dan penalaran. Dalam mempelajari matematika sangat
diperlukan penalaran dan pengertian tidak cukup hanya dihafalkan. Jadi
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses
mempelajari matematika untuk mendapatkan pengetahuan. Dalam belajar
matematika selalu mementingkan proses dan pemahaman konsep tujuan
utama dapat tercapai.
3. Matematika Realistik
a. Pengertian Matematika Realistik
Matematika Realistik yang dimaksud dalam hal ini adalah
matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas
dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalahmasalah
realistik digunakan sebagai sumber munculnya konsepkonsep
matematika atau pengetahuan matematika formal.
Pembelajaran Matematika Realistik di kelas berorientasi pada
karakteristik–karakteristik Realistic Mathematic Educatian (RME),
sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk menemukan kembali
konsep–konsep matematika atau pengetahuan matematika formal.
13
Selanjutnya, siswa diberi kesempatan mengaplikasikan konsep–
konsep matematika untuk memecahkan nasalah sehari–hari atau
masalah dalam bidang lain.
Pembelajaran ini sangat berbeda dengan pembelajaran
matematika selama ini yang cenderung berorientasi kepada memberi
informasi dan memakai matematika yang siap pakai untuk
memecahkan masalah-masalah. Matematika realistik menggunakan
masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran maka situasi
masalah perlu diusahakan benar-benar kontekstual atau sesuai dengan
pengalaman siswa, sehingga siswa dapat memecahkan masalah
dengan cara-cara informal melalui matematisasi horisontal.
b. Ciri – Ciri Pembelajaran Realistik
Menurut Marpaung (2003) ciri–ciri RME adalah sebagai
berikut:
1) Siswa aktif dalam proses pembelajaran.
2) Pembelajaran dimulai dengan menyajikan kepada siswa masalah
kontekstual atau masalah yang dapat dibayangkan oleh siswa.
Masalah itu dapat berupa masalah yang menyajikan real world
yang dijumpai dalam kehidupan nyata atau dunia nyata yang dapat
dibayangkan siswa.
3) Siswa diberi kesempatan untuk menyelesaikan masalah itu
berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.
14
4) Guru membimbing siswa dalam menemukan atau
mengkontruksikan pengetahuan itu menuju pengetahuan formal.
5) Guru berperan sebagai fasilitator.
6) Dalam rangka menemukan itu proses matematisasi adalah penting,
level masalah perlu diperhatikan.
7) Belajar tidak hanya dari guru, tapi juga dari kawan atau orang lain
maka interaksi dan negosiasi adalah penting.
8) Siswa perlu melakukan refleksi, interpolasi, dan internalisasi.
9) Yang diutamakan adalah Pemahaman relasional.
10) Pemahaman matematika tidak dapat di transfer dari yang
mengetahui ke yang belajar.
Lima karakteristik dalam pembelajaran matematika dengan
pendekatan realistik sebagaimana yang diungkapkan
(Treffers,199; Van den Hoevel-Panhuizen, 1998) dalam (Zainurie:
2007) adalah sebagai berikut:
1) Menggunakan konteks ”Dunia Nyata”. Dimana pembelajaran
matematika diawali dengan menggunakan masalah kontekstual
yang diangkat sebagai topik awal harus merupakan masalah yang
sederhana yang ”dikenal” siswa.
2) Menggunakan Model-model (Matematisasi). Istilah model
berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang
dikembangkan oleh siswa sendiri (self developed models). Peran
self developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi
15
real ke situasi abstrak atau dari matematika informal ke matematika
formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam
menyelesaikan masalah.
3) Menggunakan Produksi dan Kontruksi Streefland (1991)
menekankan bahwa dengan pembuatan ”produksi bebas” siswa
terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka
anggap penting dalam proses belajar.
4) Menggunakan Interaktif interaksi antarsiswa dengan guru
merupakan hal yang mendasar dalam Realistic Mathematic
Education (RME). Secara eksplisit bentuk–bentuk interaksi yang
berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju,
pertanyan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal
dari bentuk – bentuk informal siswa.
5) Menggunakan keterkaiatan (Intertwinment). Dalam Realistic
Mathematic Education (RME) pengintegrasian unit–unit
matematika adalah esensial. Jika dalam pembelajaran kita
mengabaikan keterkaitan dengan bidang lain, maka akan
berpengaruh pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan
matematika, biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih
kompleks, dan tidak hanya aritmatika, aljabar, atau geometri
tetapi juga bidang lain.
16
Langkah-langkah dalam proses pembelajaran matematika
dengan pendekatan realistik dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1) Memahami masalah kontekstual. Guru memberikan masalah
kontekstual dalam kehidupan sehari-hari dan meminta siswa untuk
memahaminya. Pada tahap ini ”karakteristik” pembelajaran
matematika dengan pendekatan realistik adalah menggunakan
masalah-masalah kontekstual yang diangkat sebagai topik awal.
2) Menjelaskan masalah kontekstual. Guru menjelaskan situasi dan
kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjuk atau saransaran
(bersifat terbatas) terhadap bagian-bagian tertentu yang
belum dipahami siswa.
3) Menyelesaikan masalah kontekstual. Siswa secara individual
menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri.
Peran guru disini adalah memotivasi siswa untuk menyelesaikan
masalah dengan cara mereka sendiri. Tahap ini siswa dibimbing
untuk ”reinventio”’ (menemukan) sendiri tentang ide/konsep dari
soal matematika secara progresif.
4) Membandingkan dan mendiskusikan jawaban. Guru
menyelesaikan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk
membandingkan dan mendiskusikan jawaban secara berkelompok.
5) Menyimpulkan. Dari hasil diskusi, guru mengarahkan siswa untuk
menarik kesimpulan suatu konsep.
17
4. Perkalian
a. Perkalian 1 sampai dengan 10
Cara menghitung :
1) Dihafal luar kepala
2) Menggunakan konsep matematika yaitu penjumlahan berulang.
Pembelajaran sebagai berikut :
a) Siswa disuruh mencari 10 sampai 20 tutup botol bekas, seperti
teh botol, coca-cola, dan sebagainya, kemudian membawanya
ke sekolah. Pembelajaran boleh dilakukan individu,
berkelompok atau individu. Saat dimulai pelajaran, siswa
disuruh untuk mengamati benda yang ada disekitar, misal kursi
dan meja. Tanyakan berapa kaki meja atau kursi, kemudian
siswa menghitung dan menjawab 4 ( empat), kemudian ditanya
kalau dua atau tiga kursi berapa jumlah kakinya. Kita bisa
pindah ke obyek yang lain, misalnya ada berapa, bila empat
anak atau lima anak berapa jumlah kakinya, dan seterusnya.
Kegiatan ini membantu anak memahami konsep penjumlahan
berulang. Anak disuruh mengeluarkan tutup botol yang sudah
mereka bawa, kemudian anak disuruh untuk menyusun tutup
botol tiga-tiga kebawah. Tanyakan ada berapa susun atau
berapa kali tiganya, kemudian berapa jumlahnya. Berulang–
ulang dengan jumlah yang berbeda, misalnya dua–dua ke
bawah sebanyak lima atau enam susun, kemudian ditanya
18
jumlahnya dan mereka berulang–ulang mereka mencoba dan
dapat memahami konsep dasar perkalian, kemudian anak
diminta menulis perkaliannya. Seperti ini anak menemukan
sendiri konsep dasar perkalian, dan yang lebih penting dari itu
pelajaran matematika menjadi bermakna. Ini modal dasar bagi
seorang guru.
b) Misal guru menyusun kerikil dalam bentuk susunan sebagai
berikut :
Gambar 2.1 Kerikil I
Ada berapa strategi jawaban siswa :
(1) Menghitung satu demi satu, hingga mendapat jumlah
seluruhnya.
(2) Menghitung jumlah kelereng disetiap baris (ada empat baris
masing masing sembilan kelereng) lalu menjumlahkan seluruh
baris.
(3) Menghitung jumlah kelereng disetiap kolom (ada sembilan
kolom masing–masing empat kelereng) kemudian
menjumlahkan seluruh kolom.
19
Strategi kedua dan ketigalah sebagai modal dasar pementukan
konsep dan makna perkalian. Perhatikan gambara berikut :
Gambar 2.2 Kerikil II
Empat ada sembilan buah atau sembilan sebanyak empat buah.
Empat ada sembilan kali atau sembilan ada empat kali. Sehingga
penjumlahan berulang ini bisa dinotasikan dengan 4 x 9 atau 9 x 4.
b. Melakukan perkalian dengan cara bersusun
1) Mengalikan bilangan satu angka dengan bilangan dua angka
Contoh : Pak Amat mempunyai 7 keranjang buah jeruk. Setiap
keranjang berisi 24 buah jeruk. Berapa jumlah semua jeruk milik
pak Amat?
Jawab :
Bentuk matematikanya: 24x7 =
24
7 x
28 ( 4x7 )
140 + ( 20x7 )
168

= 4

= 4

= 4

= 4

= 4

= 4

=4

= 4

= 4
 = 9
 = 9
 = 9
 = 9
20
2) Mengalikan bilangan tiga angka dengan satu angka
Contoh : Pak Budi membeli bola tenis sebanyak 285 kaleng.
Setiap kaleng berisi 7 buah bola. Berapa bola tenis yang dibeli pak
Budi seluruhnya?
Jawab :
Bentuk matematikanya : 285 x 7 =
3) Mengalikan Tiga Bilangan Satu Angka
Contoh : Ibu membeli kue sebanyak 4 tas plastik. Setiap tas plastik
berisi 4 kardus kue dan setiap kardus kue berisi 7buah roti. Berapa
buah kue seluruhnya yang dibeli ibu??
Jawab : Bentuk matematikanya : 4 x 5 x 7 =
C. Kerangka Berpikir
Dari zaman ke zaman matematika tetap saja dianggap sebagai mata
pelajaran yang penting karena matematika dapat digunakan sebagai salah satu
sarana pemecahan masalah dalam kehidupan sehari–hari. Oleh karena itu
pelajaran matematika sudah diberikan sejak pra sekolah (play group, taman
kanak–kanak) dan bahkan semua jenjang pendidikan pasti terdapat pelajaran
matematika serta diujikan secara nasional untuk menentukan kelulusan, tetapi
285
7 x
35 ( 5x7 )
560 ( 80x7 )
1400 + ( 200x7 )
1995
4
5 x
20 ( 4x5 )
7 x ( 20x7 )
140
21
matematika tetap saja masih di anggap momok bagi siswa dan
pembelajarannya saat ini dirasakan masih kurang efektif. Hal ini karena para
pendidik masih saja menempatkan siswa atau peserta didik sebagai objek,
sehingga siswa cenderung pasif. Kebiasaan–kebiasaan guru yang
menggunakan pendekatan klasik dalam menyampaikan matematika dan
rendahnya tingkat kreatifitas guru untuk menggunakan atau menciptakan
pendekatan baru yang lebih efektif untuk menyampaikan matematika menjadi
salah satu sebab kurangnya pemahaman siswa terhadap konsep–konsep
matematika. Selain hal tersebut dalam mengajar matematika guru cenderung
menggunakan cara yang monoton sehingga siswa tetap merasa bahwa
matematika itu sulit.
Dalam pelaksanaan pembelajaran guru hendaknya memilih dan
menggunakan strategi atau pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa
untuk aktif dan mendekatkan matematika dengan kehidupan sehari–hari atau
kehidupan nyata. Salah satu pendekatan yang melibatkan siswa untuk aktif
adalah pendekatan realistik. Penerapan pendekatan realistik dapat
mengarahkan siswa untuk lebih dapat meningkatkan pemahaman konsep
matematika siswa karena konsep matematika dikaitkan langsung dengan
permasalahan–permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari–hari yang
dialami langsung oleh siswa. Guru tidak lagi menjadi sumber belajar bagi
siswa, tetapi sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan
sendiri permasalahan–permasalahan matematika yang sedang dihadapi, serta
menjadi motivator bagi siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam
22
pemecahan suatu masalah, serta menggunakan lingkungan sebagai sumber
belajar untuk menjadikan pelajaran menarik, menyenangkan dan disukai
siswa.
Berdasarkan masalah awal yang dideskripsikan dengan jelas oleh
peneliti, serta berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan diatas maka
peneliti dapat menetukan kerangka pemikiran. Pokok bahasan perkalian
merupakan hal mendasar yang harus dikuasai siswa dan siswa merasa
kesulitan dan cenderung malas untuk memecahkan persoalan perkalian.
Untuk itu perlu adanya pendekatan yang dapat membantu siswa memahami
perkalian secara benar dan mempermudah siswa menemukan konsep
perkalian. Dalam hal ini pendekatan yang sesuai adalah pendekatan RME.
Pendekatan RME dilakukan secara bertahap dan kontinu dengan alat peraga
nyata dan didukung dengan perangkat pembelajaran yang baik sehingga
mudah dipahami dan membantu memperoleh hasil yang diinginkan.
Melalui pembelajaran dengan pendekatan RME dan pengembangan
perangkat pembelajarannya, akan lebih membantu siswa dan guru dalam
pembelajaran pada pokok bahasan perkalian, siswa dapat mengasai materi
dan pembelajaran lebih terarah, efektif dan efisien karena didukung perangkat
pembelajaran yang optimal.
Kerangka bepikir peneliti dapat digambarkan sebagai berikut :
Kesulitan
pemahaman
konsep
perkalian
Persiapan
pembuatan
perangkat
pembelajar
Mengajar
dengan
perangkat yang
disiapkan
Perangkat
pembelajaran
pokok bahasan
perkalian
Bagan 2.1 Kerangka Berfikir

Tidak ada komentar: