Daftar Menu


video pembelajaran

Rabu, 09 Juli 2008

Peningkatan kemampuan penalaran siswa dalam pembelajaran matematika.

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan matematika merupakan salah satu fondasi dari kemampuan
sains dan teknologi. Pemahaman terhadap matematika, dari kemampuan yang
bersifat keahlian sampai kepada pemahaman yang bersifat apresiatif akan
berhasil mengembangkan kemampuan sains dan teknologi yang cukup tinggi
(Buchori, 2001:120-121). Mengingat pentingnya matematika dalam
pengembangan generasi melalui kemampuan mengadopsi maupun
mengadakan inovasi sains dan teknologi di era globalisasi, maka tidak boleh
dibiarkan adanya anak-anak muda yang buta matematika. Kebutaan
matematika yang dibiarkan menjadi suatu kebiasaan, membuat masyarakat
kehilangan kemampuan berpikir secara disipliner dalam menghadapi masalah
– masalah nyata.
Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung,
mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika. Matematika
juga berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan
melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan
matematika, diagram, grafik, atau tabel. Salah satu tujuan pembelajaran
matematika adalah melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik
kesimpulan. Materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal
yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melaluipenalaran, dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi
matematika. Penalaran adalah suatu proses atau aktivitas berppikir untuk
menarik kesimpulan atau membuat pernyataan yang telah dibuktikan
kebenarannya.
Pada petunjuk teknis peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas No
506/C/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang penilaian perkembangan
anak didik SMP dicantumkan indikator dari kemampuan penalaran sebagai
hasil belajar matematika. Indikator tersebut adalah: (1) menyajikan pernyataan
matematika secara lisan, tertulis, gambar, diagram, (2) mengajukan dugaan,
(3) melakukan manipulasi matematika, menarik kesimpulan, menyusun bukti,
(4) memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi, (5) menarik
kesimpulan dari pernyataan, (6) memeriksa kesahihan suatu argumen,
menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi
(Wardhani, 2005:1).
Proses pembelajaran membutuhkan metode yang tepat. Kesalahan
menggunakan metode, dapat menghambat tercapainya tujuan pendidikan yang
diinginkan. Dampak yang lain adalah rendahnya kemampuan bernalar siswa
dalam pembelajaran matematika. Hal ini disebabkan karena dalam proses
siswa kurang dilibatkan dalam situasi optimal untuk belajar, pembelajaran
cenderung berpusat pada guru, dan klasikal. Selain itu siswa kurang dilatih
untuk bekerja kelompok dalam menganalisis permasalahan soal cerita
matematika, jarang sekali siswa menyampaikan ide untuk menjawab
pertanyaan bagaimana proses penyelesaian soal yang dilontarkan guru.Dari beberapa model pembelajaran, ada model pembelajaran yang
menarik dan dapat memicu peningkatan penalaran siswa yaitu model
pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif siswa lebih mudah
menemukan dan memahami konsep – konsep yang sulit apabila mereka saling
mendiskusikan masalah – masalah tersebut dengan temannya. Melalui diskusi
dalam pembelajaran kooperatif akan terjalin komunikasi dimana siswa saling
berbagi ide atau pendapat. Melalui diskusi akan terjadi elaborasi kognitif yang
baik, sehingga dapat meningkatkan daya nalar, keterlibatan siswa dalam
pembelajaran dan memberi kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan
pendapatnya. Dalam pembelajaran ini siswa harus dapat mengembangkan
ketrampilan dan pemahamannya untuk bekerjasama. Disini yang paling
penting adalah siswa berbagi ide dan bekerjasama untuk mencapai tujuan
bersama.
Model pembelajaran kooperatif mempunyai bayak tipe, diantaranya
tipe Jigsaw. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan lingkungan
belajar dimana siswa belajar bersama dalam kelompok kecil yang heterogen,
untuk menyelesaikan tugas – tugas pembelajaran. Siswa melakukan interaksi
sosial untuk mempelajari materi yang diberikan kepadanya, dan bertanggung
jawab untuk menjelaskan kepada anggota kelompoknya. Jadi, siswa dilatih
untuk berani berinteraksi dengan teman – temannya.
Mel Silberman dalam bukunya yang berjudul ‘Active Learning’
menyebutkan jika materi yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa
bagian dan tidak mengharuskan urutan penyampaiannya maka strategipembelajaran Jigsaw ini menarik untuk digunakan dalam KBM. Strategi ini
melibatkan seluruh siswa dalam belajar dan sekaligus mengajarkan kepada
orang lain (Sarjuli dkk., 2001 : 160). Begitu juga dalam penyampaian materi
matematika pada pokok bahasan persamaan garis lurus, materi yang
disampaikan tidak harus urut. Setiap siswa dapat mempelajari sesuatu yang
dikombinasi dengan materi yang telah dipelajari oleh siswa lain dalam tim
ahli.
Hal inilah yang kemudian mendorong penulis untuk melakukan
penelitian tentang penerapan pendekatan belajar kooperatif tipe jigsaw dalam
pembelajaran matematika sebagai upaya peningkatan kemampuan penalaran
matematika pada pokok bahasan persamaan garis lurus di SMP
Muhammadiyah 5 Surakarta. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan
tepat, maka penelitian ini akan dilaksanakan melalui pemberian tindakan
dalam kelas. Dimana peneliti akan berkolaborasi dengan guru karena gurulah
yang lebih paham dengan kondisi kelas.
B. Identifikasi Masalah
Penelitian ini dilaksanakan dengan mempertimbangkan masalahmasalah
yang ada di SMP Muhammadiyah 5 Surakarta. Beberapa masalah
yang terjadi pada siswa kelas II SMP Muhammadiyah 5 Surakarta dalam
mengerjakan soal matematika yang teridentifikasi sebagai berikut: (1) Dalam
mengerjakan soal matematika siswa cenderung enggan menuliskan apa yang
diketahui dan apa yang ditanyakan, (2) Siswa cenderung kurang mampumenggunakan rumus / konsep yang diperlukan dalam pemecahan masalah, (3)
Siswa cenderung kurang mampu mengorganisasikan ketrampilan –
ketrampilan untuk menyelesaikan masalah, (4) kemampuan siswa dalam
mengkomunikasikan gagasan untuk pemecahan masalah sangat terbatas.
Akar penyebab munculnya permasalahan tersebut adalah guru sebagai
fasilitator, dalam tahap persiapan maupun tahap penyampaian materi ajar
kurang melibatkan siswa dalam situasi optimal untuk belajar, cenderung
pembelajaran berpusat pada guru dan klasikal akibatnya, siswa kurang mampu
menangkap ide soal yang kemudian ditampilkan dalam kalimat matematika
dengan simbol-simbol. Guru sebagai fasilitator, dalam tahap penyampaian
materi maupun dalam tahap pelatihan kurang membimbing kerja kelompok
dalam menganalisis permasalahan soal cerita matematika sehingga
pemahaman siswa terhadap konsep matematika yang dipelajari kurang
optimal. Dalam tahap pelatihan maupun dalam tahap penampilan hasil, guru
jarang meminta siswa secara berpasangan atau antar kelompok saling
menjelaskan proses perhitungan pemecahan masalah, hal ini menyebabkan
siswa mengalami kelemahan dalam melakukan operasi hitung.
C. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pembatasan masalah agar
hasil yang dicapai lebih terarah, dan dapat dikaji secara mendalam. Penelitian
dibatasi hal-hal sebagai berikut.
1. Peningkatan kemampuan penalaran siswa dalam pembelajaran
matematika.
Penalaran siswa dalam pembelajaran matematika yang akan
ditingkatkan adalah kemampuan siswa yang berupa: (1) Kemampuan
siswa dalam memahami apa yang diketahui dan ditanyakan, dengan
indikator siswa mampu menampilkan kalimat matematika dengan simbol,
(2) Konsep / rumus apa yang digunakan serta mampu mengorganisasikan
ketrampilannya untuk menyelesaikan masalah matematika, hal ini juga
mencakup kemampuan siswa dalam melakukan operasi hitung.
2. Pendekatan pembelajaran kooperatif
Melalui pembelajaran dengan pendekatan kooperatif, yaitu
sekelompok siswa belajar dengan porsi utamanya mendiskusikan tugastugas
matematika, dalam arti saling membantu menyelesaikan tugas
maupun memecahkan masalah, guru sebagai fasilitator menciptakan
belajar aktif, kreatif, dan menyenangkan. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
D. Perumusan dan Pemecahan Masalah
1. Perumusan Masalah
Penelitian tindakan kelas ini difokuskan pada peningkatan
kemampuan penalaran siswa dalam pembelajaran matematika melalui
pendekatan belajar kooperatif. Menurut Hudojo (1998:119) kemampuan
penalaran siswa sebagai hasil belajar matematika berkaitan denganaktivitas berpikir siswa untuk menarik kesimpulan atau membuat
pernyataan baru yang benar berdasarkan pernyataan yang telah dibuktikan
(diasumsikan) kebenarannya dan peningkatan prestasi belajar siswa. Hasil
pengamatan mengenai akar penyebab kemampuan penalaran siswa dalam
pembelajaran matematika lemah, karena proses pembelajaran yang
dilakukan guru dalam masing-masing tahapan belajar lemah.
Kesepakatan guru mitra dan peneliti, kelemahan-kelemahan
tersebut perlu segera diatasi melalui pendekatan belajar kooperatif tipe
jigsaw. Tindakan – tindakan yang akan dilaksanakan pada tahap persiapan
yaitu guru memberikan tujuan belajar yang jelas, membangkitkan rasa
ingin tahu siswa, dan mengajak siswa terlibat sejak awal. Kegiatan inti
pada pembelajaran dilaksanakan dengan belajar kelompok dan diakhiri
dengan evaluasi oleh guru dan pemberian pertanyaan untuk mengecek
pemahaman siswa terhadap materi.
Peneliti bekerjasama dengan guru membuat rencana pembelajaran
dan menyiapkan media serta alat pembelajaran yang diperlukan dengan
memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar. Perencanaan ini
diarahkan pada perubahan peran guru sebagai fasilitator, memperbanyak
soal berbentuk terbuka yang kontekstual, dan menanamkan persepsi
belajar menjadi kebutuhan bersama melalui setting kelas kelompok kecil
serta mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang
menarik.E. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan permasalahan diatas maka secara garis besar penelitian
ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bernalar siswa dalam
pembelajaran matematika melalui pendekatan pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw. Peningkatan kemampuan bernalar siswa tersebut meliputi kemampuan
menampilkan kalimat matematika dengan simbol, menggunakan rumus dalam
pemecahan masalah, melakukan operasi hitung dan mengkomunikasikan
gagasan atau ide dalam menyelesaikan soal uraian. Seiring dengan
peningkatan kemampuan bernalar siswa, PTK ini juga ditujukan untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Secara umum, studi ini memberikan sumbangan kepada
pembelajaran matematika, utamanya pada layanan peningkatan
kemampuan penalaran siswa dalam pembelajaran matematika. Telah
diakui secara luas bahwa penalaran matematika memiliki peran yang
cukup besar bagi siswa dalam hal motivasi, penampilan dan kecakapannya
dalam bidang matematika, oleh karenanya, wajar jika guru mempunyai
keyakinan intervensi dengan siswanya melalui peningkatan penalaran
matematika.
Good dan Brophy (1990:443) menyatakan bahwa pengharapan
guru (teacher expectations) adalah bagaimana guru menciptakan prestasi
akademik saat ini dan pada waktu yang akan datang dan tingkah laku
siswanya secara umum. Harapan guru tersebut meliputi keyakinan guru
(teachers belief) terhadap peningkatan kemampuan penalaran siswa,
potensi siswa dalam memahami instruksi, dan kesulitan materi yang
dihadapi siswa atau kelas. Bersama model lain, studi ini memperkaya
proses pembelajaran matematika dengan model pemecahan masalah secara
kooperatif dalam kelompok kecil .
Secara khusus, studi ini memberikan kontribusi kepada strategi
pembelajaran matematika berupa pergeseran paradigma mengajar menjadi
paradigma belajar dalam suasana yang gembira. Telah menjadi pandangan
yang cukup mapan bahwa paradigma belajar dalam suasana yang gembira
untuk memecahkan masalah matematika merupakan aspek yang esensial
dalam pembelajaran matematika (De Porter & Hernacki, 1999:48). Di sini,
paradigma belajar dalam suasana gembira dipertajam dengan dimensi guru
sebagai fasilitator, sehingga stabilitas dan keterkendalian terjaga.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi lembaga pendidikan
formal LPTK untuk mengembangkan kompetensi para calon guru di
bidang materi pembelajaran, pengelolaan pembelajaran, dan evaluasi
pembelajaran, mengingat kompetensi ini merupakan yang mendesak
dengan diberlakukannya KTSP. Bagi guru matematika, hasil penelitiandapat digunakan untuk menyelenggarakan layanan pembelajaran yang
inovatif, dan proses berpikir untuk menarik kesimpulan matematika bisa
diaplikasikan untuk mengembangkan model-model pembelajaran lebih
lanjut. Bagi siswa, proses ini dapat meningkatkan kemampuan dalam
bidang matematika maupun secara umum kemampuan mengatasi
permasalahan dalam hidupnya.

BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini membahas kajian pustaka, kajian teori dan kerangka pikiran.
Kajian pustaka merupakan uraian sistematis mengenai hasil – hasil penelitian
yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu yang ada hubungannya dengan
penelitian yang akan dilakukan. Kajian teori yang dijelaskan adalah teori – teori
yang berkaitan dengan variabel penelitian. Kerangaka berfikir adalah konsep yang
akan digunakan untuk menjawab masalah penelitian yang telah dikemukakan.
A. Kajian Pustaka
Dalam penelitian ini penulis mengacu pada penelitian yang relevan,
beberapa diantaranya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Nur ‘Aini (2003)
yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar siswa pada topik
statistika ditinjau dari perbedaan penggunaan metode pembelajaran dan hasil
belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
lebih baik jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, serta
pendapat guru mengenai pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah bahwa
pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada pembelajaran
konvensional.
Sukoco (2003) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pengajaran
pola interaktif dapat merangsang siswa untuk aktif bertanya atau mengajukan
pendapat tentang pemahaman konsep – konsep. Selain itu proses belajarmengajar akan lebih harmonis apabila guru dan siswa sama – sama aktif
untuk menghidupkan suasana belajar. Pada pengujian dengan uji t-tes
diperoleh t hitung = 9.25, sedangkan t tabel dengan taraf signifikansi 1% dan
db 39 diperoleh harga t tabel 2.704, karena t hitung > t tabel ini berarti
hipotesis yang menyatakan ada peningkatan prestasi belajar siswa yang
mengalami kesalahan setelah diberikan pengajaran pemecahan masalah
dengan pola interaktif.
Lestari (2006) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa
pembelajaran dengan metode tutor sebaya dalam kelompok dapat
meningkatkan keaktifan siswa secara berarti.
Wahyuningsih (2001) menyimpulkan bahwa hasil belajar yang
menggunakan model pembelajaran kooperatif lebih baik jika dibandingkan
dengan yang menggunakan model pembelajaran konvensional.
Sutama (2001:147) bahwa untuk memungkinkan siswa bebas berpikir
(tidak terlalu terikat) dan mandiri, maka proses pembelajaran hendaknya tidak
klasikal melainkan berbentuk belajar kooperatif dalam kelompok kecil.
Dari beberapa penelitian di atas dapat ditarik satu kesimpulan, yaitu
adanya pengaruh yang signifikan dari penggunaan model pembelajaran
terhadap peningkatan prestasi belajar siswa, khususnya pada Matematika.
Oleh karena itu pada penelitian kali ini peneliti ingin melihat apakah
kesimpulan tersebut berlaku juga dalam penerapan model pembelajaran
kooperatif sebagai upaya peningkatan kemampuan penalaran siswa dalampembelajaran matematika. Model pembelajaran kooperatif yang digunakan
pada penelitian ini adalah pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
Adapun peta perbedaan dan persamaan antara variabel yang peneliti
laksanakan dengan penelitian – penelitian tersebut sebagai berikut :
B. Kajian Teori
1. Kemampuan Penalaran Matematika Siswa
Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran
suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari
kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan
dalam matematika bersifat konsisten. Penalaran ini digunakan pada pola,
sifat atau melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi,
menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
Menurut kamus bahasa Indonesia, bernalar merupakan suatu
aktivitas yang memungkinkan seseorang berpikir logis. Sedangkan
menurut Gilarso (1999: 16-17) yang dimaksud dengan penalaran adalah
suatu penjelasan yang menunjukkan kaitan atau hubungan antara dua hal
atau lebih yang atas dasar alasan – alasan tertentu dan dengan langkah –
langkah tertentu sampai pada suatu kesimpulan.
Materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal
yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui
penalaran, dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi
matematika. Agar siswa siap dan tertarik untuk melakukan penalaran
matematika, maka pembelajaran matematika seyogyannya diawali dengan
masalah kontektual; sehingga memungkinkan siswa menggunakan
pengalaman sebelumnya secara langsung (Suharta, 2003:4).
2. Proses Pembelajaran Matematika
Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjuk pada apa yang harus
dilakukan seseorang sebagai subyek yang menerima pembelajaran
(sasaran didik) sedangkan mengajar menunjuk pada apa yang harus
dilakukan guru sebagai pengajar (Sudjana, 2000: 28).
Dalam kegiatan belajar mengajar guru harus memiliki strategi, agar
dapat belajar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang
diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki srategi itu ialah harus
menguasai teknik – teknik penyajian atau biasanya disebut metode
mengajar.
Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran
terdiri dari dua komponen yaitu belajar dan mengajar yang mana keduanya
tidak dapat dipisahkan.
a. Pengertian Belajar
Menurut Purwanto (1990:85) belajar adalah:
1) Suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat
mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik tetapi juga ada
kemungkinan mengarah pada tingkah laku yang buruk
2) Suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman
3) Untuk dapat disebut belajar maka perubahan itu harus relatif
mantap, harus merupakan akhir daripada satu periode waktu yang
cukup panjang.
Belajar bukan hanya menghafal dan bukan pula mengingat.
Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan
pada diri seseorang, perubahan sebagai hasil suatu proses belajar dapat
ditunjukkaan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya,
pemahamannya, daya penerimanya dan lain – lain aspek yang ada pada
individu (Sudjana, 2000: 28)
Menurut Purwanto (1990: 12), kegiatan belajar dipengaruhi
oleh faktor – faktor sebagi berikut:
1) Faktor yang ada pada diri sendiri, organisme itu sendiri yang kita
sebut faktor individual, dan
2) Faktor yang ada di luar individu yang kita sebut faktor sosial. Yang
termasuk ke dalam faktor individual antara lain: kematangan,
kecerdasan, motivasi dan faktor pribadi.
Berdasarkan pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa belajar merupakan kegiatan atau aktivitas yang berlangsung
dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang dilakukan karena
suatu usaha sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku.
b. Pengertian Mengajar
Istilah belajar dan mengajar adalah dua peristiwa yang berbeda,
akan tetapi keduanya terdapat hubungan yang erat. Antara keduanya
terdapat interaksi satu sama lain, saling mempengaruhi dan saling
menunjang satu sama lain. Dengan adanya mengajar maka proses
belajar dapat berlangsung dengan maksimal.
Usman dan Setiawati (1993: 6) berpendapat bahwa mengajar
pada prinsipnya adalah membimbing siswa dalam kegiatan belajar
mengajar. Atau dapat pula dikatakan bahwa mengajar merupakan
suatu usaha mengkoordinasi lingkungan dalam hubungannya dengan
anak didik dan bahan pengajaran sehingga menimbulkan terjadinya
proses belajar pada diri siswa.
Sudjana (2000: 29) mengajar adalah proses mengatur,
mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar siswa sehingga dapat
menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan proses belajar.
Dari pendapat – pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
proses belajar mengajar matematika adalah suatu proses dimana siswa
belajar tentang materi matematika secara aktif, sedangkan guru
mengajar dan memfasilitasi siswa untuk mempermudah proses
pembelajaran sehingga dalam proses belajar mengajar tersebut terdapat
interaksi antara keduanya.
3. Pembelajaran Kooperatif
Roger dan David Johnson dalam Anita Lie (2005 : 31 – 35)
menyatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative
learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model
pembelajaran gotong – royong harus diterapkan, yaitu sebagai berikut :
a. Saling ketergantungan positif
Keberhasilan suatu kerja sangat tergantung pada usaha setiap
anggotanya.
b. Tanggung jawab perseorangan
Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika
tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran
cooperative learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab
untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan metode kerja
kelompok adalah persaingan dalam penyusunan tugasnya.
c. Tatap muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan
berdiskusi.
d. Komunikasi antar anggota
Unsur ini juga menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan
berbagai keterampilan berkomunikasi.
e. Evaluasi proses kelompok
Pengajar atau guru perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok
untuk mengevaluasi proses belajar kelompok dan hasil kerjasama
mereka agar selanjutnya bisa bekerjasama lebih efektif.
Pembelajaran kooperatif diartikan sebagai sistem pengajaran yang
memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan
sesama siswa dalam tugas – tugas yang terstruktur (Anita Lie, 2005 : 12).
Menurut Ibrahim (2000 : 3-4) model pembelajaran kooperatif
menuntut kerjasama siswa dan saling ketergantungan dalam struktur tugas,
tujuan dan hadiah. Struktur tugas mengacu pada jenis tugas kognitif dan
sosial yang memerlukan model pengajaran dan pelajaran berbeda. Struktursosial yang tujuan dan hadiah mengacu pada tingkat kooperatif atau
kompetensi yang dibutuhkan siswa untuk mencapai tujuan dan hadiah
mereka. Metode pembelajaran kooperatif tidak hanya unggul dalam
membantu teman sekelompok saja.
Kebanyakan pembelajaran yang menggunakan kooperatif memiliki
ciri – ciri sebagai berikut :
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan
materi belajarnya.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi,
sedang dan rendah.
c. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku,
ataupun jenis kelamin yang berbeda.
d. Penghargaan lebih berorientasi kelompok dibandingkan individu.
(Ibrahim, 2000 : 6-7)
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan setidak – tidaknya
untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu :
a. Hasil belajar akademik
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja
siswa dalam tugas – tugas akademik dan unggul dalam membantu
siswa mamahami konsep – konsep yang sulit.
b. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang
berbeda latar belakang dan kondisi sehingga bergantung satu sama lain
atau tugas – tugas bersama, belajar saling menghargai satu sama lain.
c. Pengembangan ketrampilan sosial
Tujuan pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan
ketrampilan bekerja sama dan kolaborasi. Siswa akan belajar bekerja
sama menghargai pendapat orang lain dan menetapkan tujuan bersama.
(Ibrahim, 2000 : 7 – 9).
Langkah – langkah pembelajaran kooperatif antara lain adalah :
a. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk
belajar.
b. Penyajian informasi degan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
c. Mengorganisasikan siswa dalam kelompok – kelompok belajar (tim –
tim belajar).
d. Membimbing kelompok – kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas.
e. Presentasi hasil akhir kerja kelompok atau evaluasi tentang apa yang
mereka pelajari.
f. Memberi penghargaan terhadap usaha kelompok atau individu.
(Ibrahim, 2000 : 10)
Dengan memperhatikan berbagai konsep tentang pembelajaran di
atas, maka proses pembelajaran dengan model kooperatif dapatmerangsang dan menggugah potensi siswa secara optimal dalam suasana
belajar pada kelompok – kelompok kecil yang bervariasi. Dalam model
pembelajaran ini siswa pada saat belajar kelompok akan berkembang
suasana belajar terbuka dalam dimensi kejawatan atau hubungan pribadi
yang saling menguntungkan dan membutuhkan, interaksi terbuka antara
guru dengan siswa, siswa dengan siswa, sehingga lebih memungkinkan
pengembangan nilai, sikap moral dan keterampilan sosial.
Kebaikan metode kelompok menurut Sagala (2003 : 216-217)
antara lain :
a. Membiasakan siswa bekerja sama, memberikan kesempatan kepada
mereka untuk mengembangkan sikap musyawarah dan
bertanggungjawab.
b. Kesadaran akan adanya kelompok menimbulkan rasa kompetitif yang
sehat, sehingga membangkitkan kemauan belajar dengan sungguh –
sungguh.
c. Guru tidak perlu mengawasi masing – masing siswa secara individual,
cukup hanya dengan memperhatikan kelompok saja atau ketua – ketua
kelompoknya. Penjelasan tugaspun dapat dilakukan hanya melalui
ketua kelompok.
d. Melatih ketua kelompok menjadi pemimpin yang bertanggung jawab
dan membiasakan anggota – anggotanya untuk melaksanakan tugas
kewajiban sebagai warga yang patuh pada aturan.
Lebih lanjut Sagala menyebutkan beberapa kelemahan dari belajar
kelompok yang dapat ditinjau dari dua segi, yaitu :
a. Segi penyusunan kelompok, meliputi :
1) Kesulitan membuat kelompok yang homogen, baik secara
intelegensi, bakat, minat ataupun daerah tempat tinggal
2) Kelompok yang dianggap telah homogen sering terjadi ketidakcocokkan
antara anggota kelompok
3) Pengetahuan guru tentang pengelompokkan masih belum
mencukupi
b. Segi kelompok, meliputi :
1) Pemimpin kelompok kadang – kadang sulit untuk memberikan
penegertian kepada anggota, sulit untuk menjelaskan dan
mengadakan pembagian kerja
2) Anggota kelompok kadang – kadang tidak mematuhi tugas – tugas
yang diberikan oleh pemimpin kelompok
3) Dalam belajar bersama kadang – kadang tidak terkendali sehingga
menyimpang dari rencana yang disusun.
Model pembelajaran kooperatif mendukung siswa dalam belajar
kelompok sehingga dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk
menggunakan keterampilan berkarya membahas suatu masalah,
memotivasi siswa yang masih malu – malu untuk aktif , dapat
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, mengembangkan
kepemimpinan berdiskusi, interaksi dengan siswa lebih banyak, informasiyang didapatkan lebih banyak, serta kesempatan yang diperoleh dapat
dipertanggung-jawabkan.
4. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
Mel Silberman dalam bukunya yang berjudul ‘Active Learning’
menyebutkan jika materi yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi
beberapa bagian dan tidak mengharuskan urutan penyampaiannya maka
strategi pembelajaran Jigsaw ini menarik untuk digunakan dalam KBM.
Strategi ini melibatkan seluruh siswa dalam belajar dan sekaligus
mengajarkan kepada orang lain (Sarjuli dkk., 2001 : 160).
Strategi pembelajaran ini menurut Mel Silberman dalam bukunya
yang berjudul ‘Active Learning’ dapat dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Pilih materi pelajaran yang dapat dibagi menjadi beberapa bagian.
b. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah bagian
materi yang ada.
c. Setiap siswa diberi tugas membaca dan memahami materi pelajaran
yang berbeda-beda.
d. Setiap kelompok mengirimkan anggotanya ke kelompok lain untuk
menyampaikan apa yang telah mereka pelajari di kelompoknya.
e. Kembalikan suasana kelas seperti semula, kemudian tanyakan
sekiranya ada persoalan-persoalan yang tidak terpecahkan dalam
kelompok.
f. Sampaikan beberapa pertanyaan kepada siswa untuk mengecek
pemahaman mereka terhadap materi.
5. Prestasi Belajar Siswa
Belajar dan mengajar sebagai suatu proses mengandung tiga unsur
pokok, yaitu tujuan pengajaran instruksional, pengalaman proses belajar
mengajar dan hasil belajar. Tujuan instruksional yang hendak dicapai pada
hakekatnya adalah perubahan tingkah laku pada diri siswa sesuai dengan
yang diinginkan.
Oleh karena itu dalam penilaian hendaknya diperiksa sejauh mana
perubahan tingkah laku siswa setelah terjadi malalui proses belajarnya.
Dengan mengetahui tercapai tidaknya tujuan instruksional yang diinginkan
dapat dilihat dari bentuk hasil belajar siswa setelah siswa menempuh
proses belajar mengajar.
Menurut Z. Arifin (1988: 3) prestasi belajar adalah kemampuan,
ketrampilan dan sikap seseorang dalam menyelesaikan satu hal. Sehingga
prestasi belajar menunjukkan kemampuan, ketrampilan dan sikap yng
diperoleh seseorang dalam belajar. Prestasi mempunyai fungsi utama
antara lain:
a) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan
yang dikuasai anak didik
b) Prestasi belajar sebagai lambang – lambang pemuasan hasrat ingin
tahu
c) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikand) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu intuisi
pendidikan
e) Prestasi belajar sebagai indikator terhadap daya serap (kecerdasan anak
didik)
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar
adalah bukti keberhasilan yang dicapai oleh seseorang berupa perubahan –
perubahan tertentu terkait dengan pengalaman dan pengetahuan dalam
kurun waktu tertentu, maka prestasi belajar matematika adalah suatu bukti
keberhasilan yang dicapai siswa setelah melalui proses belajar matematika
yang menunjukkan kecakapan siswa dalam menguasai materi pelajaran.

Tidak ada komentar: