Daftar Menu


video pembelajaran

Sabtu, 21 Juni 2008

perbedaan e-learning dan i-learning

Dulu mungkin kita berpikir bahwa belajar harus dalam ruang kelas. Dengan kondisi dimana guru atau dosen mengajar di depan kelas sambil sesekali menulis materi pelajaran di papan tulis. Beberapa puluh tahun yang lalu pun juga telah dikenal pendidikan jarak jauh. Walaupun dengan mekanisme yang dibilang cukup “sederhana” untuk ukuran sekarang, tetapi saat itu model tersebut sudah dapat membantu orang-orang yang butuh belajar atau mengenyam pendidikan tanpa terhalang kendala geografis. Memang kita akui, sejak ditemukannya teknologi internet, hamper “segalanya” menjaid mungkin. Kini dapat belajar tak hanya anywhere, tapi sekaligus anytime dengan fasilitas e-learning yang ada.
Seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat, kebutuhan akan suatu konsep dan mekanisme belajar mengajar (pendidikan) berbasis TI menjadi tak terelakkan lagi. Konsep yang kemudian terkenal dengan sebutan E-Learning ini membawa pengaruh terjadinya proses transformasi pendidikan konvensional ke dalam bentuk digital, baik secara isi (content) dan sistemnya. Saat ini konsep e-learning sudah banyak diterima oleh masyarakat dunia, terbukti dengan maraknya implementasie-learning di lembaga pendidikan (sekolah, training dan universitas) maupun industry (Cisco, IBM, Oracle, dsb). Bergabagi pengertian tentang e-learning saat ini sebagian besar meggacu pada pembeajaran yang menggunakan teknologi internet. Seperti pengertian dari Rosenberg menekankan bahwa e-learning merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Hal ini senada dengan Cambell (2002), Kamarga (2002) yang intinya menggunakan media internet dalam pendidikan sebagai hakikat e-learning. Bahkan Onno W. Purbo (2002) menjelaskan bahwa istilah “e” atau singkatan dari elektronik dalam e-learning digunakan sebagai istilah untuk segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi internet.
Dikatakan oleh Darin E. Hartley bahwa: e-learning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media internet, intranet atau media jaringan komputer lain. LearnFrame.Com dalam Glossary of e-learning Terms [Glossary, 2001] menyatakan suatu definisi yang lebih luas bahwa: e-learning adalah system pendidikan yang menggunakan aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media internet, jaringan komputer maupun komputer stand alone.
Pengertian tersebut menyempitkan arti “elektronik” pada huruf “e”dalam istilah “e-learning”. Selain karena, selain komputer juga masih terdapat alat-alat elektronik lainnya yang digunakan sebagai media pembelajaran, misalnya radio, tape audio/video, tv interaktif, cdrom, LCD Proyektor, OHP. Sebelum internet ditemukan, alat-alat tersebut sudah terlebih dulu digunakan sebagai media pembelajaran statis maupun interaktif. Mahasiswa bisa menggunakan tape recorder untuk merekam ceramah dosen di kelas untuk didengarkan dilain waktu. Dosen juga menggunakan OHP untuk mempresentasikan materi kuliahnya kepada mahasiswa sehingga hanya menuliskan materi di papan tulis seperlunya saja. Dosen juga dapat memberikan salinan dokumen materi kuliah dan referensi dalam bentuk CDROM kepada mahasiswanya untuk dipelajari dirumah. Media-media elektronik tersebut sangat membantu mahasiswa agar bisa lebih menguasai materi kuliah.
Pengertian e-learning yang sederhana namun mengena dikatakan oleh Maryati S.Pd., e-learning terdiri dari dua bagian yaitu e- yang merupakan singkatan dari elektronika dan learning yang berarti pembelajaran. Jadi e-learning berarti pembelajaran dengan menggunakan jasa bantuan perangkat elektronika, khususnya perangkat komputer .Terdapat kata “khususnya komputer” pada akhir kalimat yang member pengertian bahwa komputer termasuk alat elektronik disamping alat pembelajaran elektronik yang lain.
Istilah e-learning sepertinya terinspirasi oleh istilah e-mail yang lebih dulu popular yaitu electronic mail (surat menyurat melalui internet). Dimana untuk pengertian e-mail inipun menurut penulis dirasa kurang tepat karena yang namanya elektronik tidak hanya internet saja, namun juga meliputi alat-alat lain seperti mesin fax dan telegramjuga bisa sebagai alat penyampai surat elektronik. Namun tidak dibahas secara detail disini tentang e-mail karena akan memperlebar topic utama bahasan makalah ini.
E-learning adalah sebuah proses pembelajaran yang berbasis elektronik. Salah satu media yang digunakan adalah jaringan komputer. Dengan dikembangkannya di jaringan komputer memungkinkan untuk dikembangkan dalam bentuk berbasis web, sehingga kemudian dikembangkan ke jaringan komputer yang lebih luas yaitu internet, inilah makanya system e-learning dengan menggunakan internet disebut juga internet enabled learning. Penyajian e-learning berbasis web ini bisa menjadi lebih interaktif. Informasi-informsai perkuliahan juga bisa real-time. Begitu pula dengan komunikasinya, meskipun tidak secara langsung tatap muka, tapi forum diskusi perkuliahan bisa dilakukan secara online dan real time. System e-learning ini tidak memiliki batasan akses, inilah yang memungkinkan perkuliahan bisa dilakukan lebih banyak waktu. Kapanpun mahasiswa bisa mengakses system ini. Aktifitas perkuliahan ditawarkan untuk bisa melayani seperti perkuliahan biasa. Ada penyampaian materi berbentuk teks maupun hasil penyimpanan suara yang bisa di download, selain itu juga ada forum diskusi, bisa juga seorang dosen memberikan nilai, tugas dan pengumuman kepada mahasiswa.
Dari pengertian yang disampaikan oleh Maman Somantri, penulis mengamati sebenarnya pembelajaran menggunakan teknologi internet memiliki karakteristik – karakteristik khusus. Karakteristik-karakteristik tersebut yang menjadikan berbeda dengan media elektronik lainnya. media elektronik lain hanya sebagai alat bantu pembelajaran yang bersifat pasif, misalnya tape recorder hanya dapat merekam suara dosen untuk didengarkan di lain waktu, OHP mambantu dosen tidak repot dengan kotornya spidol saat menulis di papan tulis dan mahasiswa dapat dengan mudah menggandakan slide tanpa susah mencatat. Komputer stand alone juga hanya sebatas penyampaian materi secara lebih interaktif dengan presentasi yang disertai dengan video dan gambar pendukung lainnya.
Sedangkan internet adalah alat bantu pembelajaran yang bersifat interaktif, karakteristik tersebut meliputi:
1. Informasi real time
2. Interaksi dosen-mahasiswa secara langsung walau tanpa tatap muka
3. Forum diskusi online antar mahasiswa
4. Dapat diakses kapan saja dan dimana saja
5. Penyampaian dan pengumpulan tugas secara online
6. Penyampaian pengumuman administrasi perkuliahan dan jadual secara online Jika dilihat dari berbagai pengertian e-learning, kebanyakan dari para pakar mengatakan bahwa e-learning merupakan pembelajaran menggunakan sarana internet. Namun jika dilihat dari arti harfiah bahwa e-learning yang mempunyai kepanjangan electronic-learning berarti pembelajaran yang menggunakan sarana elektronik. Disini, sarana elektronik ada berbagai macam, radio, tape audio/video, tv interaktif, cdrom, seperangkat komputer, LCD Proyektor, OHP.
Komputer termasuk didalam alat elektronik, namun dalam hal ini, komputer masih digunakan untuk menyiapkan bahan presentasi dosen dan untuk pengajaran interaktif menggunakan CDROM maupun untuk membantu presentasi dosen di ruang kelas. Komputer di sini masih berdiri sendiri (stand alone) dan belum tersamung ke internet. Sehingga komputer disini termasuk media pembelajaran elektronik. Sehingga tepat jika komputer sebagai salah satu media pembelajaran e-learning.
Pada makalah ini saya mengusulkan istilah baru untuk lebih spesifik menyebut pembelajaran internet dengan sebutan “i-learning” atau “internet-learning”. Penggunaan istilah ini didasarkan pada berbagai alas an berikut:
1. e-learning tidak hanya sebatas internet saja sebagai media pembelajaran, namun juga melibatkan media-media elektronik lainnya.
2. Penyempitan makna istilah e-learning yang hanya mengacu pada pembelajaran menggunakan sarana internet. Hal ini bisa diamati dari pengertian-pengertian yang disampaikan oleh banyak pakar.
3. Istilah i-learning dapat memberi batasan yang lebih jelas antara pembelajaran dengan media elektronik dan pembelajaran dengan media internet.4. Internet mempunyai berbagai kelebihan dibanding alat elektronik lain. Kelebihan-kelebihan tersebut adalah: a) Dapat diakses kapanpun dan dimanapun oleh mahasiswa, b) Bila mahasiswa memerlukan tambahan infomasi yang erkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat langsung melakukan pencarian informasi tambahan lebih mudah dan cepat., c) Menuntut mahasiswa lebih proaktif mengikuti perkuliahan, d) mahasiswa dapat berinteraksi langsung denga dosen tanpa menunggu pertemuan tatap muka di kelas

Kamis, 19 Juni 2008

KARYA TULIS ILMIAH TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN HARGA DIRI RENDAH

BAB I
PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah
Pada klien gangguan jiwa akan mengalami berbagai gangguan jiwa dengan tanda dan gejalanya, antara lain :
1. Perilaku Kekerasan
Tanda dan Gejala :
- Aspek biologi
Tekanan darah meningkat, takikardi, wajah memerah, pupil melebar, frekuensi dan pengeluaran urin meningkat
- Aspek Emosional
Individu merasa tidak nyaman, tidak berdaya, mengamuk, bawel, bermusuhan, menarik diri
- Aspek Intelektual
Mendominasi, berdebat, meremehkan
- Aspek Sosial
Interaksi sosial budaya, konsep rasa percaya diri, ketergantungan, tanda menarik diri, pengasingan, ejekan
- Aspek Spiritual
1Mempengaruhi hubungan individu dengan orang lain dan moral mempengaruhi ungkapan marah individu
2. Menarik Diri
Tanda dan Gejala :
- Kurang sopan
- apatis
- ekspresi wajah kurang berseri
- tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri
- komunikasi verbal menurun atau tidak ada
- mengisolasi diri
- tidak atau kurang sadar dengan lingkungan sekitar
- aktivitas menurun
- kurang energi dan harga diri rendah

3. Halusinasi
Tanda dan Gejala :
- menarik diri
- tersenyum dan bicara sendiri
- duduk terpaku memandang satu arah
- kadang menyerang
- gelisah
- menggerakkan mulut tanpa suara
- pergerakan mata yang cepat
- respon verbal yang lambat
- diam dan berkonsentrasi
- terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah
- perhatian dengan lingkungan berkurang
- konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya
- kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realita
- perintah halusinasi ditaati
- sulit berhubungan dengan orang lain
- tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor dan berkeringat

4. Harga Diri Rendah
Tanda dan Gejala :
- perasaan negatif terhadap diri sendiri
- hilangnya percaya diri
- merasa bersalah terhadap diri sendiri
- merasa gagal mencapai keinginan
- perasaan malu terhadap diri sendiri
- gangguan dalam hubungan sosial ( menarik diri )
- menciderai diri sendiri
- mengungkapkan ketakutan

Pada penulisan ilmiah ini akan dibahas gangguan jiwa dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah.
Konsep diri sangat erat kaitannya dengan diri individu. Kehidupan yang sehat, baik fisik maupun psikologi salah satunya di dukung oleh konsep diri yang baik dan stabil. Konsep diri adalah hal-hal yang berkaitan dengan ide, pikiran, kepercayaan serta keyakinan yang diketahui dan dipahami oleh individu tentang dirinya. Hal ini akan mempengaruhi kemampuan individu dalam membina hubungan interpersonal.
Meski konsep diri tidak langsung ada, begitu individu di lahirkan, tetapi secara bertahap seiring dengan tingkat pertumbuhan dan perkembanga individu, konsep diri akan terbentuk karena pengaruh ligkungannya . selain itu konsep diri juga akan di pelajari oleh individu melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain termasuk berbagai stressor yang dilalui individu tersebut. Hal ini akan membentuk persepsi individu terhadap dirinya sendiri dan penilaian persepsinya terhadap pengalaman akan situasi tertentu.
Gambaran penilaian tentang konsep diri dapat di ketahui melalui rentang respon dari adaptif sampai dengan maladaptif. Konsep diri itu sendiri terdiri dari beberapa bagian, yaitu : gambaran diri (body Image), ideal diri, harga diri, peran dan identitas.
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam ber-hubungan dengan orang lain (Stuart dan Sudeen, 1998).
Hal ini temasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya.
Biasanya harga diri sangat rentan terganggu pada saat remaja dan usia
lanjut. Dari hasil riset ditemukan bahwa masalah kesehatan fisik mengakibatkan harga diri rendah. Harga diri tinggi terkait dengam ansietas yang rendah, efektif dalam kelompok dan diterima oleh orang lain. Sedangkan harga diri rendah terkait dengan hubungan interpersonal yang buruk dan resiko terjadi harga diri rendah dan skizofrenia.
Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap
diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri. Harga diri rendah dapat terjadi secara situasional ( trauma ) atau kronis ( negatif self evaluasi yang telah berlangsung lama ). Dan dapat di ekspresikan secara langsung atau tidak langsung (nyata atau tidak nyata).

B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang dan judul karya tulis yang telah di jabarkan di atas maka terdapat banyak masalah yang muncul terutama dalam perawatan pasien gangguan jiwa dengan harga diri rendah. Dalam hali ini klien merasa harga dirinya hilang, merasa kecewa, adanya kegagalan dan ketidak berdayaan.

C. Tujuan Umum dan Khusus
Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Tujuan Umum
1. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan jiwa sebagai suatu milik masyarakat yang berharga.
2. Membantu masyarakat agar mampu memprakarsai atau berupaya dalam kegiatan kesehatan jiwa baik secara perorangan maupun berkelompok.
3. Meningkatkan penggunaan sarana pelayanan kesehatan jiwa yang tersedia.

b. Tujuan Khusus
1. Meningkatkan pengetahuan klien tentang berbagai gangguan dan penyakit jiwa dalam klien.
2. Mendorong partisipasi aktif klien dalam perencanaan dan pelaksanaan program kesehatan jiwa.
3. Menciptakan nilai dan norma sosial yang menunjang upaya untuk meningkatkan kondisi dan kegiatan kesehatan jiwa.

D. Manfaat Penulisan Ilmiah
a. Manfaat Teoritis
Diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi wahana perkembangan ilmu psikologi khususnya psikologi perkembangan dan psikologi sosial terutama yang berhubungan gangguan jiwa dengan harga diri rendah

b. Manfaat Praktis
Diharapkan dapat menambah pengetahuan orangtua, pendidik, dan remaja mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan jiwa dengan harga diri rendah. Bila penelitian ini terbukti maka hasil penelitian ini juga dapat digunakan untuk preventif terhadap kenakalan remaja dengan meningkatkan keharmonisan dalam keluarga dan menumbuhkan konsep diri yang positif pada gangguan jiwa dengan harga diri rendah.
BAB II
TINJAUAN TEORI


A. Pengertian
Harga diri rendah merupakan perasaan yang negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya rasa percaya diri, merasa tidak berharga, tidak berguna, pesimis, dan tidak ada harapan.(stuard sundeen : 1998)
Harga diri rendah adalah semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang negatif tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis sebereapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri.( Stuart, Gail W : 2002 )
harga diri rendah adalah perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, hilangnya kepercayaan diri, merasa gagal mencapai impian.( Keliat :1998)
Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.

B. Etiologi
Menurut Stuart, Gail W (2002) penyebab harga diri rendah berasal dari sumber internal atau eksternal
Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan peristiswa yang mengancam kehidupan.
8Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkn dan individu mengalaminya sebagai frustasi.
a. Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan.
b. Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c. Transisi peran sehat sakit terjadi akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan sakit.
Menurut beberapa ahli dikemukakan faktor-Fator yang mempengaruhi gangguan harga diri, seperti :

1. Perkembangan individu.
Faktor predisposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti penolakan orang tua menyebabkan anak merasa tidak dicintai dan mengkibatkan anak gagal mencintai dirinya dan akan gagal untuk mencintai orang lain. Pada saat anak berkembang lebih besar, anak mengalami kurangnya pengakuan dan pujian dari orang tua dan orang yang dekat atau penting baginya. Ia merasa tidak adekuat karena selalu tidak dipercaya untuk mandiri, memutuskan sendiri akan bertanggung jawab terhadap prilakunya. Sikap orang tua yang terlalu mengatur dan mengontrol, membuat anak merasa tidak berguna.
2. Ideal Diri tidak realistis.
Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak punya hak untuk gagal dan berbuat kesalahan. Ia membuat standart yang tidak dapatdicapai, seperti cita –cita yang terlalu tinggi dan tidak realistis. Yang pada kenyataan tidak dapat dicapai membuat individu menghukum diri sendiri dan akhirnya percaya diri akan hilang.
3. Gangguan fisik dan mental
Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian tubuhnya, menerima stimulus dari orang lain, kemudian mulai memanipulasi lingkungan dan mulai sadar dirinya terpisah dari lingkungan ( Keliat ,1992 ).
Cara individu memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologinya. Pandangan yang realistis terhadap dirinya manarima dan mengukur bagian tubuhnya akan lebih rasa aman, sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri (Keliat, 1992).
Individu yang stabil, realistis dan konsisten terhadap gambaran dirinya akan memperlihatkan kemampuan yang mantap terhadap realisasi yang akan memacu sukses dalam kehidupan.
Banyak Faktor dapat yang mempengaruhi gambaran diri seseorang, seperti, munculnya Stresor yang dapat menggangu integrasi gambaran diri (fisik). Stresor-stresor tersebut dapat berupa :
a. Operasi.
Seperti : mastektomi, amputsi ,luka operasi yang semuanya mengubah gambaran diri. Demikian pula tindakan koreksi seperti operasi plastik, protesa dan lain –lain.
b. Kegagalan fungsi tubuh.
Seperti hemiplegi, buta, tuli dapat mengakibatkan depersonlisasi yaitu tadak mengkui atau asing dengan bagian tubuh, sering berkaitan dengan fungsi saraf.
c. Waham yang berkaitan dengan bentuk dan fngsi tubuh
Seperti sering terjadi pada klie gangguan jiwa , klien mempersiapkan penampilan dan pergerakan tubuh sangat berbeda dengan kenyataan.
d. Tergantung pada mesin.
Seperti : klien intensif care yang memandang imobilisasi sebagai tantangan, akibatnya sukar mendapatkan informasi umpan balik engan penggunaan lntensif care dipandang sebagai gangguan.
e. Perubahan tubuh berkaitan
Hal ini berkaitan dengan tumbuh kembang dimana seseorang akan merasakan perubahan pada dirinya seiring dengan bertambahnya usia. Tidak jarang seseorang menanggapinya dengan respon negatif dan positif. Ketidakpuasan juga dirasakan seseorang jika didapati perubahan tubuh yang tidak ideal.
f. Umpan balik interpersonal yang negatif
Umpan balik ini adanya tanggapan yang tidak baik berupa celaan, makian sehingga dapat membuat seseorang menarik diri.
g. Standard sosial budaya.
Hal ini berkaitan dengan kultur sosial budaya yang berbeda-setiap pada setiap orang dan keterbatasannya serta keterbelakangan dari budaya tersebut menyebabkan pengaruh pada gambaran diri individu, seperti adanya perasaan minder.


Beberapa gangguan pada gambaran diri tersebut dapat menunjukan tanda dan gejala, seperti :
a. Syok Psikologis.
Syok Psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama tindakan.syok psikologis digunakan sebagai reaksi terhadap ansietas. Informasi yang terlalu banyak dan kenyataan perubahan tubuh membuat klien menggunakan mekanisme pertahanan diri seperti mengingkari, menolak dan proyeksi untuk mempertahankan keseimbangan diri.
b. Menarik diri.
Klien menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan , tetapi karena tidak mungkin maka klien lari atau menghindar secara emosional. Klien menjadi pasif, tergantung, tidak ada motivasi dan keinginan untuk berperan dalam perawatannya.
c. Penerimaan atau pengakuan secara bertahap.
Setelah klien sadar akan kenyataan maka respon kehilangan atau berduka muncul. Setelah fase ini klien mulai melakukan reintegrasi dengan gambaran diri yang baru.
4. Sistim keluarga yang tidak berfungsi.
Orang tua yang mempunyai harga diri yang rendah tidak mampu membangun harga diri anak dengan baik. Orang tua memberi umpan balik yang negatif dan berulang-ulang akan merusak harga diri anak. Harga diri anak akan terganggu jika kemampuan menyelesaikan masalah tidak adekuat. Akhirnya anak memandang negatif terhadap pengalaman dan kemampuan di lingkungannya.
5. Pengalaman traumatik yang berulang,misalnya akibat aniaya fisik, emosi dan seksual.
Penganiayaan yang dialami dapat berupa penganiayaan fisik, emosi, peperangan, bencana alam, kecelakan atau perampokan. Individu merasa tidak mampu mengontrol lingkungan. Respon atau strategi untuk menghadapi trauma umumnya mengingkari trauma, mengubah arti trauma, respon yang biasa efektif terganggu. Akibatnya koping yang biasa berkembang adalah depresi dan denial pada trauma.

C. Psikopatologi
Menurut keliat (1998) penyebab dari harga diri rendah adalah tidak mampu individu menyesuaikan diri terhadap adaptif dan situasi / pressor yang dihadapi baik internal maupun eksternal. Hal tersebut juga disebabkan oleh individu merasa kurang atau tidak dapat perhatian, kasih sayang dari keluarga, teman, penghargaan yang kurang bahkan sedih yang berkepanjangan karena kehilangan orang yang dicintai. Individu akan sedih, cemas, pasif, adaptif, apatis, merasa tidak berharga dan individu tidak adaptif dalam menyelesaikan masalah.
Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dan dapat terjadi secara :
1. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu terjadi (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba ).
a. Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya pemeriksaan fisik yang sembarangan pemasangan alat yang tidak sopan (pengukuran pubis, pemasangan kateler pemeriksaan perincal)
b. Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat/sakit/penyakit.
c. Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa persetujuan.
2. Kronik yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum sakit/dirawat klien ini mempunyai cara berpikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya.

D. Pohon Masalah (Problem Tree)
Resiko Perilaku Kekerasan
Harga Diri Rendah

Ketidakberdayaan
Resiko
Core Problem
Penyebab







Gb. 1. Pohon Masalah Harga Diri Rendah




E. Tanda dan Gejala
Episode harga diri rendah dapat terjadi pada gangguan harga diri rendah. Hanya dengan memperhatikan riwayat penyakit terdahulu dan riwayat keluarga, maka kita baru dapat membedakannya dengan jelas. Gejala pokok dan harga diri rendah adalah perasaan yang sedih dan kehilangan interes terhadap segala sesuatu. Pasien dapat mengungkapkan bahwa mereka merasa murung, tidak ada harapan, terbuang dan tidak berharga. Pasien sering mengaku bahwa perasaannya sakit sekali, dan kadang-kadang sampai tidak bisa menangis
Tanda dan gejala gangguan jiwa dengan harga diri rendah, sebagai berikut:
Perasaan negatif terhadap diri sendiri
2. Hilangnya percaya diri
3. Merasa bersalah terhadap diri sendiri
Merasa gagal mencapai keinginan
Perasaan malu terhadap diri sendiri
Gangguan dalam hubungan sosial menarik diri
Menciderai diri sendiri
Mengungkapkan ketakutan

F. Pemeriksaan penunjang
v HB = 12,7 gr %
v Leukosit = 6.900 mm
v BBS = 1 jam : 5 mm/jam
v Eosinofil = 6 %
v Segmen = 56 %
v Lymfosit = 38 %
v SGOT = 18 U/L
v SGPT = 16 U/L

G. Diagnosa Keperawatan
1. Diagnosa 1 :
l Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

TUM : Klien dapat meningkatkan harga dirinya
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya

1. Kriteria evaluasi
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi

2. Intervensi
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien

TUK II : Klien dapat mengidentifikasi aspek positif dan kemampuan yang dimiliki

1. Kriteria evaluasi
a. Klien dapat menyebutkan aspek positif da kemampuan yang dimiliki klien
b. Klien dapat menyebutkan aspek positif keluarga
c. Klien dapat menyebutkan aspek positif lingkungan klien

2. intervensi
Diskusikan dengan klien tentang :
a. Aspek positif yang dimiliki klien
b. Kemampuan yang dimiliki klien

Bersama dengan klien buat daftar tentang :
a. Aspek positif klien, keluarga, lingkungan
b. Kemampuan yang dimiliki klien
Kemudian beri pujian yang realistik, hindarkan memberi penilaian negatif
TUK III : Klien dapat menilai kemampuan yang dimiliki untuk dilaksanakan
1. Kriteria evaluasi
Klien dapat menyebutkan kemempuan yang dapat dilaksanakan
2. intervensi
a. Diskusikan dengan klien kemampuan yang dapat dilaksanakan
b. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan pelaksanaannya
TUK IV : Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki

1. Kriteria evaluasi
klien dapat membuat rencana kegiatan harian
2. Intervensi
Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari se-suai kemampuan klien :
a. Kemampuan kegiatan mandiri
b. Kegiatan dengan bantuan
Tingkatkan kegiatan sesuai kondisi klien
Beri contoh pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan

TUK V : Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal rencana yang dibuat

1. Kriteria evaluasi
Klien dapat melakukan kegiatan sesuai jadwal yang dibuat
2. Irtenvensi
a. Anjurkan untuk melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan
b. Pantau kegiatan yang dilaksanakan klien
c. Beri pujian atas usahayang dilakukan klien
d. Diskuaikan kemungkinan pelaksaan kegiatan setelah pulang
TUK VI : Klien dapat memanfaatkan sistem yang ada

1. Kriteria evaluasi
Klien dapat memnfaatkan sistem pendukung ada di keluarga
2. Intervensi
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah
b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan baik di rumah

G. Diagnosa 2 :
l Resiko perilaku kekerasan

TUM : klien tidak mencederai diri / orang lain / lingkungan.TUK : 1.Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2.Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.3.Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.4.Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang biasa dilakukan.5.Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
6.Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara konstruktif.
7.Klien dapat mendemonstrasikan sikap perilaku kekerasan.8.Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.9.Klien dapat menggunakan obat yang benar.
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya.
Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu tujuan interaksi, kontrak waktu yang tepat, ciptakan lingkungan yang aman dan tenang, observasi respon verbal dan non verbal, bersikap empati.
Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.

2. Beri kesempatan pada klien untuk mengugkapkan perasaannya.
Informasi dari klien penting bagi perawat untuk membantu kien dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif.

3. Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal
Pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam akan menolong pasien untuk sampai kepada akhir penyelesaian persoalan.

4. Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel.
Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari penye-lesaian masalah yang konstruktif pula.
5. Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.
Mengetaui perilaku yang dilakukan oleh klien sehingga memudahkan untuk intervensi.

6. Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien.
Memudahkan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan.

7. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Memudahkan dalam pemberian tindakan kepada klien.

8. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Mengetahui bagaimana cara klien melakukannya.
9. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.
Membantu dalam memberikan motivasi untuk menyelesaikan masalahnya.
10. Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan klien.
Mencari metode koping yang tepat dan konstruktif.
11. Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.
Mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan marah.
12. Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
Menambah pengetahuan klien tentang koping yang konstruktif.
13. Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang sehat.
Mendorong pengulangan perilaku yang positif, meningkatkan harga diri klien.
14. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
- Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau olahraga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
- Secara verbal : katakan bahwa anda sering jengkel / kesal.
- .Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
- Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang, meminta pada Tuhan agar diberi kesabaran.

Dengan cara sehat dapat dengan mudah mengontrol kemarahan klien.
15. Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
Memotivasi klien dalam mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.


16. Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang telah dipilih.
mengetahui respon klien terhadap cara yang diberikan.
17. Bantu klien untuk menstimulasikan cara tersebut.
Mengetahui kemampuan klien melakukan cara yang sehat.

18. Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut.
Meningkatkan harga diri klien.
19. Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel / marah.
Mengetahui kemajuan klien selama diintervensi.
20. Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini.
Memotivasi keluarga dalam memberikan perawatan kepada klien.
21. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
Menambah pengetahuan bahwa keluarga sangat berperan dalam perubahan perilaku klien.



22. Jelaskan cara-cara merawat klien.
Terkait dengan cara mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif.Sikap tenang, bicara tenang dan jelas. Bantu keluarga mengenal penyebab marah. Meningkatkan pengetahuan keluarga dalam merawat klien secara bersama.

23. Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
Mengetahui sejauh mana keluarga menggunakan cara yang dianjurkan.
24. Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi.
Mengetahui respon keluarga dalam merawat klien.

BAB III
TINJAUAN KASUS



A. Pengkajian Umum Pasien
a. Identitas Diri
Nama : Bp. J
Alamat : Solo
Agama : Islam
Status Perkawinan : Duda
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Buruh

b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Bp. S
Alamat : Solo
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta

c. Catatan Masuk
Tanggal : 25 – 07 – 2007
No Reg : 01.81.44
25
1. Alasan Masuk
Pada awalnya Riwayat masa lalu klien sebelum membina rumah tangga dan klien juga tidak mempunyai keturunan yang memderita gangguan jiwa. Tahun 1997 klien sudah berkeluarga dan dikaruniai seorang anak laki-laki teapi awal tahun 2002 klien bercerai dengan istri dan anak klien sakit-sakitan kemudian anaknya meninggal. Mulai saat itu klien mengalami gangguan mental. Klien merasa kecewa, tidak berdaya, kepercayaan diri hilang, sering marah dan ngamuk. Akhirnya dibawa ke rumah sakit.

2. Faktor Predisposisi
Klien pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu, tahun 2002 pernah satu kali, tahun 2003 dua kali, tahun 2004 satu kali, tahun 2006 dua kali. Pada tanggal 25 Juli 2007 masuk sudah tujuh kali di Rumah Sakit Jiwa (RSJ). Pengobatan kurang berhasil karena klien di rumah kambuh lagi, masih sering bingung

3. Faktor Prespitasi
Klien mengatakan bingung, sulit tidur, pengen marah, sering mondar-mandir setelah cerai dengan istri dan anaknya meninggal.

4. Pemeriksaan Fisik
Tekanan darah : 120 / 80 mmHg
Nadi : 88x /menit
Suhu : 36,60 C
Pemeriksaan penunjang
¶ HB = 12,7 gr %
¶ Leukosit = 6.900 mm
¶ BBS = 1 jam : 5 mm/jam
¶ Eosinofil = 6 %
¶ Segmen = 56 %
¶ Lymfosit = 38 %
¶ SGOT = 18 U/L
¶ SGPT = 16 U/L

5. Psikososial
//
: Perempuan
: Laki-Laki
: Meninggal
// : Cerai
: klien
Gb. 2 . Genogram(1). Genogram







(2). Konsep Diri
Ï Gambaran Diri
Klien mengatakan tubuhnya bias, tidak ada anggota tubuh yang sangat disukai dan yang dibenci, akan tetapi klien mengatakan rambutnya seperti diri walaupun seperti itu. Klien mengatakan menerima apa adanya.
Ï Identitas Diri
Klien dapat mengenal dirinya sendiri mengenai dia adalah laki-laki dalam keluarganya. Dia anak sulung dari lijma bersaudara. Klien mengatakan sudah menikah tetapi sudah lama cerai dengan istrinya.
Ï Peran Diri
Klien mau bertanggung jawab terhadap pekerjaan, dia bekerja juga membantu orang tuanya. Dalam masyarkat klien sering ikut kegiatan
Ï Ideal Diri
Klien ingin cepat sembuh dan ingin membina keluarga yang lebih baik lagi juga mau bekerja
Ï Harga Diri
Klien merasa malu karena sudah cerai dengan istri, belim mempunyai pekerjaan tetap dan hanya lulusan dari SMP

(3) Hubungan Sosial
Orang yang paling dekat dengan klien adalah ibunya, selama di RSJ hubungan klien dengan pasien yang lain baik. Dia baik dan mauberhubungan dengan orang lain


(4) Spiritual
Klien bergama islam sebelum masuk ke RSJ klien aktif dalam beribadah. Setelah masuk RSJ klien juga aktif beribadah
(5) Status Mental
Ï Penampilan
Penampilan rajin, berih dan rapi, klien mandi dua kali sehari
Ï Pembicaraan
Agak cepat, bicara jelas dan nada suara tinggi
Ï Aktifitas motorik
Klien mau melakukan aktifitas apa saja
Ï Afek
Afek klien tumpul, tidak mau merespon tanpa rangsangan yang kuat
Ï Alam pikiran
Klien merasa sedih, masih bingung selama di RSJ karena dia menginginkan pulang
Ï Interaksi selama wawancara
Kontak mata ada, bersemangat dalam wawancara
Ï Arus pikir
Kadang klien blocking, tetapi masih dapat kembali ketopik pembicaraan semula dan pembicaraan klien ringkas.
Ï Ingkat kesadaran
Klien sadar bahwa ketika di rumah sakit dapat mengingat waktu, tempat maupun kejadian menimpanya.
Ï Memori
Gangguan daya ingat klien jangka pendek, lambat dalam menyerap pembicaraan lawan bicara.

(6). Kebutuhan Persiapan Pulang
a. Makan
Klien makan tiga kali menu dari rumah sakit habis satu porsi, mengambil sendiri, makan dengan duduk dan membersihkan alat makan sendiri
b. Buang Air Besar / Buang Air Kecil
Klien buang air besar dan buang air kecil sendiri tanpa bantuan, di toilet dan membersihkannya
c. Mandi dua kali sehari, mau gosok gigi, keramas teratur dua hari satu kali
d. Berpakaian dan berias
Klien ganti baju dua kali sehari, dapat memakai pakaian sendiri, berdandan rapi.
e. Istirahat tidur
Klien susah tidur karena masih bingung ketika mengingat masalahnya, tidur siang sering terjaga dan hanya memejamkn mata.
f.Penggunaan obat
Klien minum obt secara teratur tanpa bantuan dan paksaan
g. Kegiatan didalam dan diluar ruangan
Klien mengikuti kegiatan di bangsal (klien sering diikutkan dalam rehabilitasi)

(7). Mekanisme Koping
Klien masih ragu dalam membicarakan masalahnya dengan orang lain, klien masih bingung dengan masalah yang sering dipikirkan

B. Analisa Data
No
Tanggal
Data
Masalah
1
15 – 08 - 2007
DS : Klien mengatakan waktu di rumah pernah marah dan mengamuk
DO : Mondar-mandir, susah tidur, pandang-an mata melotot

DS : Klien mengatakan lulusan SMP, sudah cerai dengan istrinya, mengatakan belum mempunyai pekerjaan tetap, dan hanya lulusan SMP
DO : Klien masih ragu dalm membicarakan masalahnya di Rumah Sakit

DS : Klien kecewa setelah cerai dengan istrinya. Klien mengatkan tidak berguna dan tidak dapat bekerja lagi
DO : Klien kelihatan banyak diam.
Resiko perilaku kekerasan



Harga Diri Rendah





Ketidakberdayaan



C. Pohon Masalah (Perumusan Masalah)
Resiko Perilaku Kekerasan
Harga Diri Rendah

Ketidakberdayaan
Resiko
Core Problem
Penyebab






Gb. 1. Pohon masalah Harga Diri Rendah


D. Prioritas Masalah
Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

E. Intervensi Keperawatan ( Evaluasi )
TGL
Jam
No
Dx
Implementasi
Evaluasi
09 – 8 2007
10.00
SP I
l Membina hubungan saling percaya
l Menyapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
l Menanyakan nama lengkap dan nama panggilan klien
l Menjelaskan tujuan pertemuan
S : Klien menyatakan nama lengkap dan nama panggilan klien adalah Mr. J
O :
¶ Klien mau diajak berbincang-bincang
¶ Klien mau menjawab pertanyaan perawat
A. Klien telah mampu berkomunikasi dengan perawat.
P : Melanjutkan SP II
16 – 8 2007
12.00
SP II
l Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
l Membantu klien dalam menilai kemampuan
l Membantu klien dalam memilih kegiatan yang masih dapat digunakan
l Melatih klien mempraktekkan kegiatan yang dipilih
l Memberi pujian yang realistic
l Mengajurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
S : Klien mampu menyebutkan kemampuan yang dimiliki
l Mengepel lantai
l Mencuci piring
l Menyapu lantai
Klien merasa senang setelah mempraktekkan latihan yang pertama “mengepel lantai”
O : Klien mau latihan dalam mempraktekkan “mengepel lantai”
Klien memasukkan dalam jadwal harian
A : Klien telah mampu latihan mempraktekkan “mengepel lantai”
Pk : Melanjutkan kegiatan selanjutnya “Merapikan tempat tidur”
Pr :
l Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
l Melatih kemampuan yang kedua “Merapikan tempat tidur”
l Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal harian
22 – 8 2007
09.00
SP III
l
S : Klien mengatakan sudah latihan mem-praktekkan “Merapikan tempat tidur” dan klien merasa senang
O: Klian mau latihan dalam mempraktekkan “Merapikan tempat tidur”. Kegiatn yang kedua klien memasukkan ke dalam jadwal harian
A : Klien telah mampu mempraktekkan “Merapikan tempat tidur”
Pk : Melanjutkan latihan kegiatan selanjutnya yang ketiga “Mencuci piring”
SPIV
l Mengevaluasi Jadwal kegiatan harian
l Melatih kemampuan selanjutnya “Mencuci piring”
l Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal harian
S : Klien mengatakan sudah latihan mem-praktekkan “Mencuci piring” dan klien merasa senang
O: Klian mau latihan dalam mempraktekkan “Mencuci piring”. Kegiatn yang kedua klien memasukkan ke dalam jadwal harian
A : Klien telah mampu mempraktekkan “Mencuci piring”
Pk : Melanjutkan latihan kegiatan selanjutnya yang keempat “Menyapu lantai”

SPV
l Mengevaluasi Jadwal kegiatan harian
l Melatih kemampuan selanjutnya “Menyapu lantai”
l Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal harian
S : Klien mengatakan sudah latihan mem-praktekkan “Menyapu lantai” dan klien merasa senang
O: Klian mau latihan dalam mempraktekkan kegiatan-kegiatan yang mampu dilakukan dan klien memasukkan ke dalam jadwal harian
A : Klien telah mampu mempraktekkan kemampuan yang dimiliki
Pk : Menyuruh klien latihan di rumah

BAB IV
PEMBAHASAN


Pada bab ini, penulis akan menguraikan pembahasan tentang pengelolaan kasus pada Bp. J dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah dari tahap pengkajian sampai dengam evaluasi.

A. Pengkajian
Penulis memperoleh data dalam pengkajian dari klien, perawat dan catatan medik perawatan dalam status klien, pengkajian dengn klien dilakukan dengan observasi langung dengan klien
Pada pengkajian data yang muncul pada Bp. J yaitu klien sering merasa bingung dan ingin marah, sulit tidur, perasaan malu terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri, mengungkapkan ketakutan, perasaan negative terhadap diri sendiri. Hal ini sesuai dengan konsep tentang tanda dan gejala yang muncul pada gangguan konsep diri: harga diri rendah.( salbiah, S.Kp.2003)
36Tanda dan gejala yang tidak muncul adalah gangguan dalam hubungan sosial : menarik diri. Dimana pada kenyataannya selam di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) hubungan klien dengan perawat dan klien yang lain sangat baik. Klien mau berhubungan dengan orang lain, klien juga sering membantu dan menolong teman-teman / klien lainnya. Sebalum masuk RSJ, dalam masyarakat klien sering ikut kegiatan dan selalu berpartisipsi dalam hal gotong royong.

B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan teori seseorang dengan gangguan konsep diri akan muncul masalah-masalah antara lain :
1. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
Pada pengkajin Bp. J data yang mengarahkan pada masalah, didukung dengan data subjektif yaitu klien mengatakan, malu terhadap diri sendiri, mengatakan tidak berharga seakan-akan gagal mencapai keinginan dan belum mempunyai pekerjaan tetap, hanya lulusan SMP. Data objektif yang didapat dari klien yaitu klien sering terlihat bingung, saat interaksi tidak focus pada pembicaraan dan selalu lambat dalam menerima pernyataan.
Menurut (stuard sundeen : 1998) tanda dan gejala gangguan konsep diri : Harga diri rendah adalah merupakan perasaan yang negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya rasa percaya diri, merasa tidak berharga, tidak berguna, pesimis, tidak ada harapan, dan gangguan dalam hubungan sosial : menarik diri
Sedangkan data dan gejala yang terdapat pada tinjauan teori tetapi tidak terdapat pada tinjauan kasus adalah gangguan hubungan sosial menarik diri. Data tersebut penulis tidak menemukan pada klien selama di RSJ, karena selama di RSJ klien berhubungan dan berinteraksi dengan baik terhadap perawat dan teman-teman klien yang lain. Penulis juga menemukan keterangan tentang klien dalam status keperawatan dan keluarganya, bahwa sebelum masuk RSJ klien aktif dan mau berpartisipasi dalam kegiatan yang ada di masyarakat.


2. Resiko Perilaku Kekerasan : Menciderai diri sendiri dan orang lain
Pada pengkajian Bp. J data yang mengarah pada masalah tersebut didukung dengan data subjektif yaitu klien mengatkan sering merasa bingung dan ingin marah-marah. Klien juga mengatakan bahwa klien pernah marh dan ingin memukul ibunya, akan tetapi klien mampu mengontrolnya. Pada data objektif yaitu klien sering kelihatan resah, bingung, dan apabila di ajak komunikasi yang mengarah pada permasalahan yang dihadapi. Emosi klien langsung timbul. Hal ini menunjukkan bahwa klien mempunyai resiko perilaku kekerasan : menciderai diri sendiri dan orang lain.
Data yang terdapat pada tinjauan teori tetapi tidak terdapat pada tinjauan kasus yaitu menciderai diri sendiri. Data tersebut penulisa tidak menemukan karena klien sudah mempunyai sebagian koping yang diajarkan perawat, salah satunya yaitu mengontrol marah.
C. Rencana Tindakan Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan Bp. J sesuai dengan konsep dasar keperawatan yang bersumber pada SOP yang merupakan standart asuhan keperawatan, yang terbagi menjadi dua diagnosa. Setiap diagnosa terdiri dari dua tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, seangkan dalam tujuan khusus tediri dari beberapa intervensi yang di tegakkan untuk mencapai tujuan khusus tersebut,
Dalam rencana tindakan keperawatan pada Bp. J penulis dapat melakukan semua tindakan yang ada pada konsep dasar keperawatan, kecuali pada TUK III yaitu klien dapat menilai kemampuan yang dimiliki untuk dilaksanakan secara maksimal karena klien adalah seorang yang mempunyai perasaan negative terhadap diri sendiri dan sering merasa bingung ketika akan menilai kemampuan yang dimiliki
D. Implementasi
Pada pelaksanaan tindakan keperawatan , pertemuan pertama klien sudah mau berkenalan dan berjabat tangan. Pada pertemuan kedua dan ketiga serta pertemuan selanjutnya klien sudah mampu menilai kemampuan yang dimiliki untuk dilaksanakan
Pada pelaksanaan tindakan keperawatan ini penulis juga sudah dapat berinteraktif dengan keluarga klien. Penulis juga sudah dapat memberi penyuluhan kepada klien tentang masalah harga diri rendah, penyebab harga diri rendah dan cara merawat klien dengan harga diri rendah pada saat di rumah.
Pada pelaksanaan implementasi, penulis tidak menemukan hambatan yang berarti karena penulis dibantu perawatan ruangan yang sangat kooperatif.
E. Evaluasi
Tahap akhir proes keperawatan adalah evaluasi yang merupakan catatan hasil perkembangan yang dicapai setelah dilakukan implementasi dan tahap evaluasi mengunakan pendekatan SOAP (Subjektif, Objektifm Assesment, Planing). Berikut ini penulis uraikan evaluasi dan interaksi pertama klien sudah mau berkenalan, berjabat tanganm dan menjawab salam. Interaksi seterusnya klien sudah mampu mengungkapkan perasaannya tentang masalah yang dihadapi.
Dengan demikian penulis dapat melakukan evaluasi dan dapat mencapai criteria hasil sesuai pada perencanaan tinakan-tindakan
STRATEGI PELAKSANAAN
TINDAKAN KEPERAWATAN I

a. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien tampak murung, banyak diam, menyendiri, kontak mata kurang
Diagnosa keperawatan
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Tujuan khusus.
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
TUK II : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang dimiliki
TUK III : Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
TUK IV : Klien dapat ( menetapkan ) merencanakan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki

b. Tindakan keperawatan
TUK I : Membina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik
Sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun non verbal
Perkenalkan diri dengan sopan
Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan klien
Jelaskan tujuan pertemuan
Juur dan menepati janji
Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien

TUK II
Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit
Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
Utamakan memberi pujian yang realistik

TUK III
Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit

TUK IV
Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
a. Kegiatan mandiri
b. Kegiatan dengan bantuan sebagian
c. Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
2. Tingkatkan kegiatan yang sesuai dengan toleransi kondisi klien
3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan

c. Strategi komunikasi
1. Fase orientasi
a. Salam terapeutik
“ Selamat pagi, pak? Boleh saya duduk di sini? Iya, terima kasih. Perkenalkan nama saya perawat rusniati, di sini saya akan menemani bapak ngobrol.boleh ssaya tahu nama bapak siapa? Suka dipanggil apa? Wah ama yang bagus ya pak..”.

Evaluasi / validasi
“ Saya perhatikan dari tadi bapak lebih banyak diam, murung dan tidak bergabung dengan teman yang lain, ada apa pak? Apa bapak tahu, tempat ini namanya apa? Lantas kenapa bapak bisa sampai di sini? Siapa yang membawa bapak ke sini? Bapak, boleh saya tanya bagaimana perasaan bapak saat ini? Baiklah saya akan membantu menyelesaikan masalah bapak ya, bapak bisa menceritakan kira – kira adakah anggota keluarg yang mengalami hal yang sama dengan yang bapak alami sekarang?”
Kontrak
“ Boleh hari ini saya akan mengajak bapak untuk ngobrol, bisa dibilang sharing atau mengungkapkan hal – hal yang bapak alami saat ini. Kita coba pertemuan hari ini membahas tentang kemampuan yang bapak miliki. Saya yakin pasti bapak mempunyai banyak kemampuan dan kelebihan. Nanti kita juga akan melakukan latihan sesuai dengan kemampuan bapak. Bapak suka ngobrol di mana? Di sini, berapa lama? 15 menit? Oke, baiklah pak..”

Fase kerja
“ Bapak kok kelihatannya murung, dari tadi saya melihat menyendiri terus dan diam, kenapa pak? Kenapa bapak malu? Bapak di rumah tinggal sama siapa? Selama di rumah, kesibukan bapak apa? Tentunya bapak punyak hobi, kalau boleh tahu apa hobi apa? Coba sebutkan! Menyapu lantai, merapikan tempat tidur, mencuci piring, mengepel lantai.wah bagus ya bapak. Ternyata bapak mempunyai 4 kemampuan yang luar biasa, sekarang mana yang dapat bapak lakukan di sini? Bapak suka yang mana?merapikan tempat tidur, nah kalau begitu kita coba praktekkan sekarang ya pak! Sekarang coba mulai bapak rapikan tempat tidur bapak sendiri!waktu membersihkan, pakai sapu lidi juga ya pak biar tambah bersih. Nah akhirnya selesai juga ya pak, sekarang kelihatan bersih dan tambah rapi kan pak? Bapak dapat memasukkan kegiatan bapak ke dalam jadwal harian. Bapak kalau merapikan tempat tidur berapa kali sehari? Jam berapa? Nah, kita masukkan kegiatan merapikan tempat tidur pada jam 06.00 pagi dan jam 16.00 sore, iya bagus…bapak tandai M bila bapak dapat melakukan sendiri tanpa disuruh. tanda B, jika bapak bisa melakukan tapi masih perlu diingatkan. Tanda T, kalau bapak tidak melakukan. Apakah bapak sudah mengerti? Bagus sekali…sekarang kita tempelkan jadwalnya di samping tempat tidur bapak, silahkan pak! Bagus..”




Fase terminasi
a. Evaluasi subyektif
“ Bagaimana perasaan bapak sekarang? Bagaimana perasaam bapak setelah melakukan kegitan ini dan berbincang – bincang dengan saya?”

b. Evaluasi obyektif
“ Bapak tadi sudah mengungkapkan kemampuan sebanyak 4 ya pak? Coba sebutkan lagi pak! Dari kemampuan 4 tadi, yang mana sudah bapak lakukan?”

c. Rencana tindak lanjut
“ Bapak, kegiatan tadi dapat bapak lakukan setiap hari ya pak dan juga dapat bapak lakukan di rumah nanti, kalau bapak sudah pulang. Besok bapak mencoba kegiatan yang ke-2 ya pak! Yaitu menyapu lantai.

Kontrak
“ Karena waktu kita sudah habis, pertemuan hari ini sampai disini dulu ya pak.besok bapak mencoba praktekkan kegiatan menyapu lantai, bapak bisa jam berapa?jam 08.00 pagi, tempatnya dimana pak?disini lagi, baiklah kalau begitu. Saya permisi dulu ya pak..”

STRATEGI PELAKSANAAN
TINDAKAN KEPERAWATAN II


A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Pasien
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah
3. Tujuan
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. melatih kemampuan kedua
c. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

B. Strategi Komunikasi
1. Orientasi
Assalamu ’alaikum, selamat pagi pak? Bagaimana kabarnya hari ini? Apakah bapak masih ingat dengan saya?

b. Validasi
Bagaimana perasaan bapak sekarang? Oh ya, bagaimana dengan latihan kita yang kemarin? Apakah sudah dicoba lagi? Berapa kali bapak melakukannya? Wah bagus sekali
c. Kontrak
Hari ini kita mau latihan menyapu lantai, bapak mau berapa lama? Bagaimana kalau 15 menit? Kita bersihkan lantai bagian dalam saja ya pak

2. Kerja
Sebelum kita mulai menyapu, mari kita mampersiapkan alatnya dulu ya pak! Yang pertama sapu, kemudian bak sampah. Sekarang kita lakuakan bersama! Ya bagus, bagus sekali. Sekarang semuanya sudah disapu dan coba bapak lihat hasilnya! Ternyata bersih sekali kan? Bagaimana kalau kegiatan ini dimasukkan kedaftar kegiatan bapak? Dalam seminggu bapak ingin melakukan kegiatan ini berapa kali? Harinya ap saja? Nah, sekarang dicatat dalam jadwal dulu ya, supayatidak lupa

3. Terminasi
a. Evaluasi
Subjektif : Bagaimana perasaan bapak setelah berlatih bersama-sama menyapu lantai?
Objektif : Coba sekarang kita lihat hasil dari latihan tadi sekali lagi! Wah ternyata lantainya benar-benar tampak bersih ya
b. Rencana tindak lanjut
Baiklah, pesan saya jangan lupa mengerjakan latihan-latihan kegiatan hari ini dan kemarin sesuai dengan jadwal yang telah kita buat. Kegiatan ini nanti dapat dikerjakan setelah bapak dibawa pulang. Kegiatan selanjutnya mencuci gelas

c. Kontrak
” Karena waktunya sudah habis, pertemuan hari ini sampai disini dulu ya pak! Besok bapak mencoba melakukan kegiatan mencuci gelas dan piring! Bapak bisa jam berapa? Jam 12 siang? Baiklah kalau begitu pak, saya pamitan dulu. Permisi selamat pagi.
STRATEGI PELAKSANAAN
TINDAKAN KEPERAWATAN III


A. Proses Perawatan
1. Kondisi klien
Klien tampak kooperatif, ada kontak mata
2. Diagnosa keperawatan
Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah
3. Tujuan
Klien dapat melaksanakan kegiatan sesuai kondisi sakit dan Kemampuan-nya
4. Tindakan keperawatan
a. Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang lebih / telah direncanakan
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

B. Strategi Komunikasi
1. Fase orientasi
a. Salam terapeutik
“ Selamat pagi pak? Masih ingat dengan saya? Sesuai dengan janji yang telah kita sepakati kemarin, hari ini kita akan melanjutkan perbincangan kita, bapak beredia?” Baiklah…

b. Evaluasi / Validasi
“ Bagaimana perasaan bapak sekarang?Bagaimana bapak sudah mencoba melakukan kegiatan kemarin? Mari kita lihat jadwalnya bersama-sama pak! Nah, sekarang bapak beri tanda disini ya! Iya bagus


c. Kontrak
Kali ini bapak akan melakukan kemampuan bapak yang lainnya ya pak? Bapak nanti coba perbad tempat tidur ya pak? Disini kita akan berbincang-bincang selama 15 menit saja ya pak, bapak bersedia?

2. Fase kerja
Begini ya pak, sebelum perbad tempat tidur, siapkan dulu peralatan yang diperlukan ya pak…! Sekarang bapak bisa ambil ganti perbadnya. Nah coba bapak sekarang lakukan perbad! Bisa kan pak? Wah sudah selesai, sekarang sudah rapi dan bagus sekali. Nanti bapak bisa memasukkan kegiatn ini di jadwal bapak dengan memberi tanda ya pak!

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi subjek
Bagaimana perasaan bapak setelah melakukan kegiatan tadi?

b. Evaluasi Objektif
“ Bapak sudah melakukan banyak kegiatan ya pak?di lihat dari jadwal ini! Coba bapak bisa mengingat dan menyebutkannya?” iya bagus sekali
c. Rencana tindak lanjut
“ Nanti waktu di rumah, bapak dapat melakuknnya. Bapak bisa melakukan kegitan ini setiap dua minggu sekali. Bapak juga bisa memasukkannya dalam jadwal kegiatan harian yang sudah dibuat

d. Kontrak
“Nah pak, berhubung waktu kita sudah habis. Nanti kita lanjutkan lagi ketemu ya pak? Tempatnya disini lagi ya pak? Mau jam berapa? Oh ya jam 10.00 pagi ya pak?
“Saya permisi dulu ya pak…”

Strategi Pelaksanaan
Tindakan keperawatan IV

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien tampak kooperatif, ada kontak mata
2. Diagnosa keperwatan
Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah
3. Tujuan Khusus
Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
4. tindakan Keperawatan
a. Beri pendidikan, kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah
b. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah

B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam Orientasi
” Selamat pagi pak ?Perkenalkan saya perawat Rusniati bisa dipanggil Nia, saya merawat keluarga saudara disini”

b. evaluasi / Validasi
kalau boleh saya tahu, bagaimana ceritanya keluarga saudara bisa mem-bawa kesini?

c. Kontrak
”Bagaimana kalau sekarang kita berbincang-bincang tentang sakit yang sedang diderita keluarga saudara?Bagaimana?Setuju?Baiklah pak nanti kitajuga akan membahas tentang cara merawat keluarga saudara. pak mempunyai waktu luang? 15 menit?setuju?Baiklah, kita bisa mulai sekarang disini.

2. Fase Kerja
Begini ya pak, keluarga saudara sekarang telah terkena gangguan konsep diri, sehingga keluarga saudara menjadi murung, sering berdiam diri.
Disini saya akan memberikan solusi bagaimana cara merawat klien dengan gangguan konsep diri ” harga diri rendah”. Diantaranya adalah keluarga dapat menerima klien apa adanya, keluarga harus selalu memberikan dukungan,memberikan penghargaan dan pujian setiap tindakan klien. Keluarga tidak boleh memberi hukuman dan menuduh / menfitnah. Tingkatkan rasa percaya diri rasa percaya diri dengan melibatkan dalam kegiatan yang klien sukai. Perlu diketahui, pak dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar sangat berpengaruh dan sangat membantu proses penyembuhan klien. Apakah pak bisa mengerti?
3. Fase Terminasi
a. evaluasi subjektif
bagaimana perasaan pak setelah melakukan diskusi tadi?
b. evaluasi objektif
Coba pak ulangi lagi bagaimana merawat klien dengan harga diri rendah,Bagus..
c. Rencana tindak lanjut
tolong solusi tadi diterapkan sama keluarga saudara baik masih di Rumah Sakit maupun sudah di Rumah nanti!
d. Kontrak
Karena waktunya sudah habis, pertemuan ini kita sudahi dan saya akan melanjutkan tugas. Tolong ya pak solusi tadi anda terapkan kepada keluarga saudara! Permisi dulu ya pak

penyakit HIV / AIDS

A. Pengertian
HIV ialah merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus adalah virus penyebab AIDS.
AIDS ialah merupakan singkatan dari Acquired Immunideficiency kumpulan gejala penyakit yang didapat akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh. .
Acquired : Didapat, Bukan penyakit keturunan
Immune : Sistem kekebalan tubuh
Deficiency : Kekurangan
Syndrome : Kumpulan gejala-gejala penyakit
Kerusakan progrwsif pada system kekebalan tubuh menyebabkan ODHA ( orang dengan HIV /AIDS ) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan meninggal.
AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh factor luar ( bukan dibawa sejak lahir )
AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus ( HIV ). ( Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare )
AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi ( Center for Disease Control and Prevention )
B. Penyebab AIDS
AIDS disebabkan oleh virus yang namanya HIV (Human Immunodeficiency Virus) yaitu virus yang merusak system kekebalan tubuh manusia. Akibatnya tubuh menjadi rentan terhadap serangan penyakit.
C. Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T 4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong.
Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
D. Tanda-tanda dan gejala HIV/AIDS
Sesudah terjadi infeksi virus HIV, awalnya tidak memperlihatkan gejala-gejala khusus. Beru beberapa minggu sesudah itu orang yang terinfeksi sering menderita penyakit ringan sehari-hari seperti flu atau diare. Pada periode 3-4 tahun kemudian penderita tidak memperlihatkan gejala khas atau disebut sebagai periode tanpa gejala, pada saat ini penderita merasa sehat dan dari luar juga tampak sehat. Sesudahnya, tahun ke 5 atau 6 mulai timbul diare berulang, penurunan berat badan secara mendadak, sering sariawan dimulut, dan terjadi pembengkakan di kelenjar getah bening dan pada akhirnya bisa terjadi berbagai macam penyakit infeksi, kanker dan bahkan kematian.
Seseorang yang terkena virus HIV pada awal permulaan umumnya memberikan tanda dan gejala yang khas, penderita hanya mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut. Setelah kondisi membaik, orang yang terkena virus HIV akan tetap sehat dalam beberapa tahun dan perlahan kekebelan tubuhnya menurun/lemah hingga jatuh sakit karena serangan demam yang berulang. Satu cara untuk mendapat kepastian adalah dengan menjalani Uji Antibodi HIV terutamanya jika seseorang merasa telah melakukan aktivitas yang berisiko terkena virus HIV.
Adapun tanda dan gejala yang tampak pada penderita penyakit AIDS diantaranya adalah seperti dibawah ini :
1. Saluran pernafasan. Penderita mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak, batuk, nyeri dada dan demam seprti terserang infeksi virus lainnya (Pneumonia). Tidak jarang diagnosa pada stadium awal penyakit HIV AIDS diduga sebagai TBC.
2. Saluran Pencernaan. Penderita penyakit AIDS menampakkan tanda dan gejala seperti hilangnya nafsu makan, mual dan muntah, kerap mengalami penyakit jamur pada rongga mulut dan kerongkongan, serta mengalami diarhea yang kronik.
3. Berat badan tubuh. Penderita mengalami hal yang disebut juga wasting syndrome, yaitu kehilangan berat badan tubuh hingga 10% dibawah normal karena gangguan pada sistem protein dan energy didalam tubuh seperti yang dikenal sebagai Malnutrisi termasuk juga karena gangguan absorbsi/penyerapan makanan pada sistem pencernaan yang mengakibatkan diarhea kronik, kondisi letih dan lemah kurang bertenaga.
4. System Persyarafan. Terjadinya gangguan pada persyarafan central yang mengakibatkan kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering tampak kebingungan dan respon anggota gerak melambat. Pada system persyarafan ujung (Peripheral) akan menimbulkan nyeri dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki, reflek tendon yang kurang, selalu mengalami tensi darah rendah dan Impoten.
5. System Integument (Jaringan kulit). Penderita mengalami serangan virus cacar air (herpes simplex) atau carar api (herpes zoster) dan berbagai macam penyakit kulit yang menimbulkan rasa nyeri pada jaringan kulit. Lainnya adalah mengalami infeksi jaringan rambut pada kulit (Folliculities), kulit kering berbercak (kulit lapisan luar retak-retak) serta Eczema atau psoriasis.
6. Saluran kemih dan Reproduksi pada wanita. Penderita seringkali mengalami penyakit jamur pada vagina, hal ini sebagai tanda awal terinfeksi virus HIV. Luka pada saluran kemih, menderita penyakit syphillis dan dibandingkan Pria maka wanita lebih banyak jumlahnya yang menderita penyakit cacar. Lainnya adalah penderita AIDS wanita banyak yang mengalami peradangan rongga (tulang) pelvic dikenal sebagai istilah ‘pelvic inflammatory disease (PID)’ dan mengalami masa haid yang tidak teratur (abnormal).
E. Komplikasi
a. Oral Lesi

Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
b. Neurologik
kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
-. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.
Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)
c. Gastrointestinal
Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
d. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
f. Sensorik
a. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
b. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.


F. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
1. Serologis
a. Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa
b.Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
c. Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
d. Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>
e. T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.
f. P24 ( Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV ) )
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
g. Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
h. Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
i. Tes PHS
Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif

2. Budaya
Histologis, pemeriksaan sitologis urine, darah, feces, cairan spina, luka, sputum, dan sekresi, untuk mengidentifikasi adanya infeksi : parasit, protozoa, jamur, bakteri, viral.
3. Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
4. Tes Lainnya
a. Sinar X dada
Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau adanya komplikasi lain
b. Tes Fungsi Pulmonal
Deteksi awal pneumonia interstisial
c. Skan Gallium
Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia lainnya.
d. Biopsis
Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
e. Brankoskopi / pencucian trakeobronkial
Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru

b. Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3 – 12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan memudahkan evaluasi diagnostic.
Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji – kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu :
1. Tes Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam darahnya terdapat antibody Human
Immunodeficiency Virus (HIV) disebut seropositif.
2. Western Blot Assay
Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memastikan seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)
3. Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas.
4. Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi protein dari pada antibody.
G. Penatalaksanaan
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
a. Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak terinfeksi.
b. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.
c. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
d. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
e. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.

Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terpinya yaitu :

a. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.


b. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3

c. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
– Didanosine
– Ribavirin
– Diedoxycytidine
– Recombinant CD 4 dapat larut

d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.

e. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.

f. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).



H. Klasifikasi
Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori C) dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS.
Kategori Klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis B dan C
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.
Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized Limpanodenophaty )
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.
Kategori Klinis B
Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :
Angiomatosis Baksilaris
Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi
Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan.
Leukoplakial yang berambut
Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu dermaton saraf.
Idiopatik Trombositopenik Purpura
Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii

Kategori Klinis C
Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :
Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus
Kanker serviks inpasif
Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata
Kriptokokosis ekstrapulmoner
Kriptosporidosis internal kronis
Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )
Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )
Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )
Isoproasis intestinal yang kronis
Sarkoma Kaposi
Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak
Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner
M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )
Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner
Pneumonia Pneumocystic Cranii
Pneumonia Rekuren
Leukoenselophaty multifokal progresiva
Septikemia salmonella yang rekuren
Toksoplamosis otak
Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)
I. HIV / AIDS dapat ditularkan melalui 3 cara yaitu :
1. Hubungan seks bebas yang tidak terlindung, dengan orang yang telah terinfeksi HIV / AIDS.
2. Tranfusi darah atau penggunaan jarum suntik secara bergantian
3. Ibu hamil penderita HIV / AIDS kepada bayi yang dikandungnya.